Pekan ini adalah awal bulan suci Ramadhan, bulan yang senantiasa ditunggu-tunggu kehadirannya oleh kaum Muslimin. Rasa gembira menyelimuti hati orang-orang beriman, meskipun sebagian Muslim harus menjalani ramadhan ini dengan kesulitan, penderitaan, bahkan kesepian.
Ya, ada di antara saudara Muslim yang merasakan kesepian di tengah-tengah ramadhan. Mereka adalah dari kalangan muallaf, terutama mereka yang baru saja menjalani puasa ramadhan, karena banyak di antara mereka yang tidak dapat merasakan indahnya ramadhan bersama keluarga mereka yang non-Muslim. Selain itu juga terkadang mereka merasa diabaikan oleh saudara-saudara Muslim di sekitar mereka yang mungkin disebabkan oleh kurangnya komunikasi.
Salah satu contohnya Tiffany Jenkins, seorang muallaf muda asal Amerika, mengatakan kepada Aquila Style, “Saya biasanya cukup merasa kesepian dan ditinggalkan pada saat Ramadhan. Orang lain yang berasal dari keluarga Muslim nampaknya lebih baik. [Keluarga saya] akan merasa kesal jika Saya bangun pagi-pagi dan memasak.”
“Saya tidak mengenal Muslim di sini, meskipun Saya tidak jauh dari masjid. Tetapi nampaknya mereka hanya bersama dengan kelompok budaya mereka,” tambahnya.
Pengalaman yang sama juga dialami oleh Natalia. Wanita yang memutuskan menjadi Muslimah ini mengatakan kepada Huffington Post bahwa setiap Ramadhan keluarganya yang non-Muslim selalu memberikan makanan kepadanya. Saat ia mengatakan kepada mereka bahwa ia sedang berpuasa, mereka menjawab dengan nada sinis, “Oh, kamu masih jadi Muslim?”
Tak jauh beda dengan yang mereka alami, Paul K. DeMelto juga sering merasa kesepian saat menjalani ibadah di bulan Ramadhan. Meskipun ia telah melakukan upaya yang ia mampu untuk menjadi seorang Muslim yang berilmu, menghadiri kelas-kelas bagi para Muallaf dan kursus membaca Al-Qur’an, tetapi tetap saja ia sering merasa kesepian di saat Ramadhan.
“Salah satu hal yang Saya lebih banyak harapkan saat beralih ke Islam adalah terlibat dalam sebuah komunitas [Muslim],” kata DeMelto (40), seorang pembuat kue, seraya menambahkan bahwa meskipun ia telah melakukan perubahan besar pada gaya hidupnya sejak menjadi Muslim , ia masih merasa sendirian saat Ramadhan.
Demikian juga Caroline Williams, yang memeluk Islam pada 2010, mengatakan “Hal yang menarik bagi saya adalah saat bagaimana menyambut setiap orang di masjid,” namun, tambahnya bahwa “orang-orang ramah, tetapi Saya tidak merasa seperti Saya adalah keluarga.”
“Diundang ke rumah-rumah pribadi adalah tidak lazim, dan dapat menjadi pengalaman paling sepi ketika orang-orang berbicara dalam bahasa asli mereka, meninggalkan kami untuk membaca atau menapat langit-langit,” kata Nadja Adolf, muallaf lainnya.
Para muallaf adalah orang-orang yang seharusnya mendapatkan perhatian yang lebih karena mereka baru saja dilunakkan hatinya untuk menerima Islam. Butuh waktu dan dukungan dari sesama Muslim agar mereka tetap teguh dalam keimanannya, in syaa Allah.
Beberapa upaya inisiatif telah dimulai untuk membantu para muallaf untuk berbaur dengan masyarakat Muslim sehingga mereka tidak merasa terisolasi. Salah satu inisiatif tersebut digagas oleh Delaware Islamic Society setelah mantan koordinator para Muslim yang baru, Vaqar Sharief, melihat kesulitan yang dialami banyak muallaf.
“Saya tahu bagaimana para Muslim yang baru seperti diabaikan,” katanya. “Banyak di antara mereka berhenti dan mereka meninggalkan agama ini,” tambahnya.
“Anda harus membuat orang-orang ini merasa menjadi bagian keluarga,” ujar Sharief. “Ramadhan adalah kesempatan yang besar. Anda seharusna membuat mereka merasa istimewa.”
Islamic Society of Boston Cultural Center, masjid terbesar di New England, juga menggelar sesi muallaf setiap bulan, yang bertujuan untuk membantu para muallaf berintegrasi.
Ifoundislam.net juga berusaha untuk membentuk ikatan persaudaraan antara muallaf dengan komunitas Muslim yang lebih luas pada Ramadhan ini dengan proyek mereka yang bertema “Online Ramadan Iftar Project” di Facebook untuk menjadi tempat berbagi dengan muallaf yang merasa sendirian. (siraaj/arrahmah.com)