ISLAMABAD (Arrahmah.id) — Krisis ekonomi yang menyerang Pakistan membuat negara Asia Selatan ini memilih menjadi ‘pasien’ Dana Moneter Internasional (IMF). Pilihan ini dipastikan akan membuat Pakistan semakin jatuh terpuruk sebab Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif mengatakan bahwa syarat-syarat yang diberikan sangatlah sulit.
“Saya tidak akan merinci tetapi hanya akan mengatakan bahwa tantangan ekonomi kita tidak terbayangkan. Kondisi yang harus kita setujui dengan IMF berada di luar imajinasi. Tapi kita harus setuju dengan kondisinya,” kata Sharif dalam komentar yang disiarkan televisi, mengutip AFP pada Jumat (3/2/2023).
Adapun, delegasi IMF sendiri telah mendarat di Pakistan pada Selasa untuk pembicaraan terakhir bantuan keuangan negara Asia yang terhenti selama berbulan-bulan terakhir.
Dengan prospek kebangkrutan nasional, Islamabad dalam beberapa pekan terakhir mulai tunduk pada tekanan. Pemerintah melonggarkan kontrol pada rupee untuk mengendalikan pasar gelap dolar AS, sebuah langkah yang menyebabkan mata uang itu jatuh ke rekor terendah, dan menaikkan harga bensin sebesar 16%.
Namun, IMF menginginkan kenaikan lebih lanjut untuk harga bensin, listrik dan gas yang murah secara artifisial, yang dirancang untuk membantu keluarga berpenghasilan rendah. Badan ini juga menginginkan pencabutan pembebasan pajak untuk sektor ekspor dan dorongan pajak yang sangat rendah.
“Menerima persyaratan IMF pasti akan menaikkan harga, tetapi Pakistan tidak punya pilihan lain,” kata analis Abid Hasan. “Kalau tidak, ada ketakutan akan situasi seperti Sri Lanka dan Lebanon.”
“Menolak persyaratan dan mendorong Pakistan ke tepi jurang akan memiliki konsekuensi politik bagi partai-partai yang berkuasa, tetapi juga menyetujui langkah-langkah IMF menaikkan biaya hidup,” katanya.
Pakistan telah membuat sketsa paket pinjaman US$ 6,5 miliar dengan pemberi pinjaman global, yang sejauh ini telah membayar sekitar US$ 4 miliar.
Sebagaimana diketahui, negara berpenduduk kelima terbesar di dunia itu saat ini sedang mengalami krisis devisa yang diikuti oleh inflasi yang tinggi. Bahkan, per 6 Januari, Bank Negara Pakistan dilaporkan hanya memiliki devisa sebesar US$ 4,34 miliar, hanya mencukupi kebutuhan impor selama tiga minggu ke depan. (hanoum/arrahmah.id)