RIYADH (Arrahmah.id) — Arab Saudi dilaporkan mulai mengalami tekanan finansial. Hal ini dikarenakan pembangunan kota baru futuristik, NEOM, yang masih membebani belanja Negeri Petro Dollar itu.
Dilansir Business Financial (10/6/2024), negara pimpinan Raja Salman Bin Abdulaziz Al Saud itu kesulitan menarik investasi asing yang dibutuhkan demi mendanai NEOM yang senilai US$ 500 miliar (Rp 8.140 triliun) tersebut. Para ahli mengatakan bahwa Riyadh tidak mungkin bisa mewujudkan kota itu dalam waktu dekat.
“NEOM seperti kota khayalan ketika diumumkan. Sekarang, mereka merasa jauh lebih sulit untuk mengubah visi khayalan itu menjadi kenyataan di lapangan,” kata peneliti Timur Tengah di Institut Kebijakan Publik Baker Universitas Rice, Kristian Coates Ulrichsen.
Proyek NEOM pertama kali diumumkan pada pada tahun 2017. Saat itu, Putra Mahkota Saudi Mohammed Bin Salman (MBS) menampilkan kota linier berteknologi tinggi yang akan menampung lebih banyak robot daripada manusia, resor ski sepanjang tahun yang menampilkan salju buatan, dan hiburan yang menggabungkan dunia virtual dan fisik.
Proyek ini merupakan bagian dari Visi Saudi 2030. Di mana Riyadh berencana untuk melepas ketergantungan pendapatannya dari penjualan minyak
Pada awalnya, kerajaan ini berupaya mengandalkan investasi asing untuk mendanai sebagian besar NEOM. Namun, Ulrichsen menyebut segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencana.
“Ketika Visi 2030 diumumkan pada tahun 2017, asumsinya adalah sebagian besar pendanaan akan datang dari investasi asing namun hal itu tidak terjadi,” kata Ulrichsen.
Ulrichsen menjelaskan bahwa ada beberapa hambatan yang ditemui dalam investasi ini. Ia mencontohkan penahanan 400 tokoh Saudi pada 2017 lalu di hotel Ritz-Carlton Riyadh, yang telah memicu kekhawatiran investor.
“Hotel ini pada dasarnya menjadi tempat rekap penahanan para elit bisnis Saudi yang mungkin diharapkan bermitra dengan investor asing. Tingkat investasi asing Saudi, yang memang sudah menurun, ambruk setelah ini, dan sangat sulit bagi mereka untuk membangunnya kembali.”
Pada tahun 2018, Saudi menghadapi isolasi global lebih lanjut setelah pembunuhan brutal dan mutilasi terhadap jurnalis Jamal Khashoggi. Aksi kejahatan ini menurut CIA kemungkinan besar dilakukan atas perintah langsung Putra Mahkota MBS.
“Secara umum, tidak ada seorang pun di Barat yang ingin berhubungan dengan Saudi saat ini, dan investor dalam jumlah besar menarik diri,” kata Andreas Krieg, pakar Teluk di Institut Studi Timur Tengah di King’s College London.
Selain itu, dari segi finansial, biaya pembangunan NEOM dilaporkan membengkak. Perkiraan resmi untuk NEOM adalah US$ 500 miliar, namun para perencana menganggap angka tersebut terlalu rendah dan tidak realistis. Perkiraan lain menyebutkan perkiraan biaya mencapai US$ 1,5 triliun.
Pada bulan April, Bloomberg melaporkan bahwa realitas keuangan dari rencana Visi 2030 negara tersebut, yang memasukkan NEOM sebagai inti dari rencana tersebut, mulai menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemerintah. Pada bulan Februari, Saudi juga mulai meminjam untuk membantu mendanai beberapa megaproyek ambisius.
Di depan umum, Riyadh bersikeras bahwa proyek dan pendanaannya berjalan sesuai rencana. Namun, secara pribadi, laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa Putra Mahkota terbuka untuk melakukan “percakapan yang sulit” mengenai ambisi Visi 2030.
“Anggaran belanja publik Arab Saudi sangat tinggi dan menimbulkan pertanyaan tentang pemborosan belanja megaproyek. Visi 2030 menghabiskan banyak uang dan banyak inefisiensi, terutama jika menyangkut perusahaan konsultan Barat,” tambah Krieg. (hanoum/arrahmah.id)