SAN’A (Arrahmah.com) – Ali Shalih Al-Murshid, salah seorang tentara rezim Yaman yang ditawan dan kemudian dilepaskan oleh mujahidin Anshar Al-Shariah bersama 72 tentara Yaman lainnya menuturkan pengalamannya selama menjadi tawanan perang kepada media massa di ibukota Yaman, San’a.
Al-Murshid menuturkan bahwa sebelum terjadi peperangan yang berakhir dengan penawanan dirinya dan ke-72 tentara lainnya, mereka didoktrin oleh para komandan militer bahwa mujahidin Anshar Al-Shariah adalah orang-orang buas yang tidak mengenal kasih sayang. Namun mereka sangat terkejut saat ditawan mujahidin. Mujahidin mengutamakan para tawanan atas diri mujahidin sendiri, baik dalam hal makanan, minuman, maupun pakaian.
Al-Murshidi mengisahkan pengalaman yang dialaminya selama beberapa minggu menjadi tawanan di tangan mujahidin Anshar Al-Shariah. Sebagai seorang anggota pasukan kavaleri rezim Yaman, ia ditawan oleh mujahidin dan ditugaskan memindahkan tank dari tempat pertempuran ke tempat aman.
“Demi Allah, saya berangkat ke lembah Daufash tiga hari setelah peperangan berlangsung. Saat itu Anshar Al-Shariah menguasai sebuah tank dalam pos militer milik Tentara Nasional Yaman. Tugas saya adalah memindahkan tank militer itu ke tempat lain. Dalam perjalanan, terjadi peristiwa yang sangat menyedihkan saya jika saya mengingat-ingat apa yang kami lakukan bersama Tentara Nasional. Saya gembira dengan interaksi Islami yang saya lihat dari Anshar Al-Shariah.”
Menurutnya, tank-tank militer pasukan Yaman melabrak begitu saja lahan pertanian penduduk tanpa mempedulikan kerugian para petani. Al-Murshidi menuturkan peristiwa yang membuatnya sedih sekaligus gembira tersebut, “Jalur yang kami lalui saat memindahkan tank militer itu adalah sebuah daerah yang menjadi lahan pertanian penduduk. Laju tank terhalang oleh poliback tanaman. Komandan mujahidin dan seorang anggotanya turun dari tank yang saya pindahkan. Mereka menggeser poliback, dan memerintahkan saya untuk menyetir tank kembali. Komandan mujahidin lantas mengeluarkan sejumlah uang dari saku pribadinya, memasukkannya ke dalam plastik dan mengikatnya ke poliback sebagai upah bagi petani yang akan merapikan kembali poliback tanamannya.”
(muhib almajdi/arrahmah.com)