DAMASKUS (Arrahmah.id) — Bulan Desember akan selalu diingat warga Ma’arat Numan sebagai bulan dimana pasukan Salib melakukan pengepungan dan kekejaman pada mereka selama Perang Salib Pertama (1096-1099). Buntut mengerikan dari pengepungan itu, Tentara Salib melakukan kanibalisme terhadap Muslim yang mati karena kekurangan makanan dan kelaparan.
“Apa yang sebenarnya terjadi saat itu? Yang terjadi adalah pengepungan, pembantaian, dan kanibalisme di Ma’arra oleh Tentara Salib,” ungkap Omar Ahmed, pakar Timur Tengah, dikutip dari Middle East Monitor (22/12/2022).
Kejadian mengerikan ini terjadi pada 12 Desember 1098 ketika Tentara Salib yang dipimpin Raymond dari Toulouse dan Bohemond dari Taranto berhasil menjebol kota Ma’araat Numan setelah mengepung selama 1 tahun.
Awalnya, beberapa warga Muslim Ma’arrat Numan melarikan diri dari kota itu ke kota yang lebih aman di Aleppo, Homs, dan Hama. Namun, sebagian besar penduduk masih ada di sana karena merasa aman dengan tembok kota yag kokoh.
Tentara Salib memang gagal berkali-kali menyerang kota itu. Warga malah sempat mengejek mereka. Namun itu tidak membuat patah arang Tentara Salib. Mereka kemudian menerapkan startegi berbeda dan mencoba mengepung kota.
Setelah pergantian startegi itu, Tentara Salib akhirnya berhasil masuk ke kota pasca negoisasi damai dengan anggota terkemuka di kota pada 11 Desember 1098. Akan tetapi sebagian besar Tentara Salib memutuskan bermalam di luar benteng sebelum menjarah kota keesokan harinya.
Pada pagi hari tanggal 12 Desember, Tentara Salib menyadari sisa makanan mereka tersisa sedikit. Mengetahui hal itu, mereka kemudian menyerbut kota dengan membabi buta.
“Tidak ada sudut kota yang bersih dari mayat Muslim dan orang hampir tidak dapat pergi ke jalan kecuali dengan menginjak mayat warga muslim,” ungkap Omar.
Tidak berakhir dengan pembunuhan massal pria, wanita dan anak-anak, Tentara Salib yang kelaparan beralih menjadi kanibal setelah melihat banyak mayat berserakan.
Seorang penulis sejarah, Radulph dari Caen, mencatat, “Beberapa orang mengatakan, karena kekurangan makanan, mereka merebus orang dewasa (Muslim) dalam panci masak, menusuk anak-anak dengan batang kayu dan memakannya dengan panggangan.”
Fulcher dari Chartres mengakui kebiadaban yang dilakukan para Tentara Salib.
“Saya ngeri untuk mengatakan banyak dari orang-orang kami, dilecehkan oleh kegilaan kelaparan yang berlebihan, potongan pantat orang Muslim yang sudah mati di sana, yang mereka masak, tetapi ketika itu belum cukup terpanggang oleh api, mereka melahapnya dengan mulut liar,” ujar Fulcher.
Menurut penulis The Crusades Through Arab Eyes, Amin Maalouf, “Kenangan akan kekejaman ini, dilestarikan dan disebarkan oleh penyair lokal dan tradisi lisan, membentuk citra Faranj (Tentara Salib) yang tidak mudah pudar.”
Begitu sensitifnya Perang Salib dan dampak budaya serta psikologisnya di Timur Tengah hingga hari ini, tidak mengherankan jika beberapa penggemar sepak bola Inggris di Piala Dunia 2022 di Qatar dilarang memasuki stadion dengan mengenakan kostum bergambar replika Tentara Salib. (hanoum/arrahmah.id)