Kebiadaban Israel yang telah membunuh ratusan anak-anak, perempuan di Jalur Gaza, menjadikan tentara Israel menghadapi kekecewaan mendalam. Karena klaim mereka menyerang Gaza untuk melindungi diri mereka sendiri dan menghancurkan para “teroris” di wilayah Gaza.
“Ini bukanlah perang untuk pertahanan,” ujar Yitzchak Ben Mocha, pasukan payung Israel, seperti yang dilansir the Guardian.
“Kami menciptakan ratusan orang yang siap melakukan bom bunuh diri di masa mendatang untuk membalas kematian saudara mereka atau anak-anak mereka…. di masa mendatang, kami menciptakan lebih banyak lagi teror.”
Tentara yang baru berumur 25 tahun tersebut mengklaim telah menolak perintah atasannya untuk bergabung bersama tentara lainnya melakukan serangan mematikan yang biadab di wilayah Gaza.
“Kamu tidak dapat memisahkan perang di Gaza dengan kenyataan bahwa bangsa Palestina berada di bawah pendudukan telah lebih dari 40 tahun,” ujar Ben Mocha.
“Aku tidak membenarkan roket-roket Hamas, tetapi kamilah, bangsa Israel yang seharusnya melihat apa yang pertama kali kami lakukan.”
Hingga kini, tentara Israel telah membunuh lebih dari 1.203 orang di Gaza dan melukai lebih dari 5.300 orang lainnya.
Enam orang, termasuk anak-anak dan wanita menjadi korban kebiadaban Israel yang menyerang sekolah milik PBB di gaza, serangan terjadi pada Sabtu (17/1).
“Membunuh orang-orang yang tidak bersalah tidak dapat dibenarkan,” uajr No’am Levna, Letnan tentara Israel yang dimasukkan ke dalam penjara karena menolak bergabung dengan tentara Israel lainnya untuk menghancurkan Gaza.
“Semua pembunuhan ini tidak dapat dibenarkan.”
Kebencian
Ben Mocha mengatakan bahwa dirinya benar-benar kecewa dengan klaim militer Israel yang mengatakan akan melawan kelompok “teror” di wilayah Gaza.
Ben juga mengatakan tentara Israel menggunakan warga sipil Palestina di Gaza sebagai tameng mereka.
“Kesalahan ini pasti akan membawa keamanan di Israel menjadi berbahaya.”
Pembunuhan terhadap warga sipil di Gaza akan menimbulkan kebencian mendalam dan tentara Israel akan membayarnya di kemudian hari dengan hal yang mungkin lebih dahsyat. (Hanin Mazaya/arrahmah.com)