LONDON (Arrahmah.com) – Ratusan tentara Inggris sesudah bertugas di Afganistan mengalami kerusakan tetap pendengarannya akibat suara pertempuran sengit, kata suratkabar pada Kamis.
Permintaan “The Times” di bawah Undang-Undang Kebebasan Informasi menunjukkan bahwa di satu resimen, hampir satu dari sepuluh tentara kehilangan pendengaran, yang dapat menghalangi mereka dari tugas garis depan lebih lanjut dan merintangi kesempatan mereka akan pekerjaan umum.
Lembaga veteran Legiun Kerajaan Inggris menyatakan menangani 1.195 perkara kehilangan pendengaran terhadap Kementerian Pertahanan dalam tiga tahun terahir.
Menurut “The Times”, 37 dari 411 tentara di Pengawal Grenadier memunyai masalah parah dalam pendengaran.
Hampir 240 dari 691 tentara di Batalion I Kerajaan Anglians, yang pulang dari Afganistan pada Oktober lalu, juga menderita kesulitan.
Di Batalion II Resimen Mercian Regiment, yang juga kembali pada Oktober lalu, 34 dari 555 tentara melaporkan masalah pendengaran.
Koran itu melaporkan bahwa Kementerian Pertahanan menyatakan penyumbat telinga dan pelindung telinga diberikan kepada semua tentara.
Tapi, dikatakannya bahwa perlindungan telinga tidak dengan kaku diterapkan, kecuali di helikopter.
Inggris memunyai 7.800 tentara di Afganistan sebagai bagian dari Pasukan Bantuan Keamanan Asing (ISAF) pimpinan persekutuan pertahanan Atlantik utara NATO dan gerakan pimpinan Amerika Serikat.
Negara itu sudah kehilangan 121 tentaranya sejak serbuan pimpinan Amerika Serikat pada ahir 2001.
Panglima Inggris di Afganistan pada awal Oktober menyatakan tak dapat menang perang melawan Taliban, kata “Sunday Times”.
Koran itu mengutip keterangan Brigjen Mark Carleton-Smith, yang menyatakan dalam wawancara bahwa jika Taliban ingin berbicara, maka itu mungkin “secara tepat merupakan kemajuan”, yang perlu untuk mengahiri perlawanan.
“Kami tidak akan menang dalam perang ini. Itu adalah tentang pengurangannya sampai tingkat dapat ditangani, yang bukan ancaman strategis dan bisa dikelola tentara Afganistan,” katanya.
Ia menyatakan pasukannya sudah “menyengat Taliban selama 2008”, tapi tentara mungkin meninggalkan Afganistan dengan masih ada perlawanan derajat rendah.
Panglima dan diplomat NATO beberapa kali menyatakan perlawanan Taliban tidak bisa dikalahkan hanya oleh tentara dan perundingan dengan pejuang pada ahirnya diperlukan untuk mengahiri kemelut itu.
Kekerasan di Afganistan meningkat sampai tingkat terburuk sejak 2001, ketika tentara pimpinan Amerika Serikat menggulingkan penguasa Taliban sesudah serangan 11 September atas negara adidaya tersebut.
Seorang panglima utama Taliban menolak berdamai dengan yang disebutnya pemerintah boneka Afgan.
Sebagian besar dari tentara Inggris di Afganistan berpangkalan di Helmand, propinsi tandus dan luas dengan pengaruh kuat sungai Helmand, yang lembah padatnya menjadi tempat perlindungan Taliban.
Sebagian besar perlawanan itu berpusat di Afganistan selatan dan timur, tapi kekerasan tersebar di utara dan barat, yang biasa tenang.
Peningkatan jumlah korban akibat kekerasan Taliban di Afganistan membuat sejumlah negara berencana mengurangi atau menarik pasukannya, yang tergabung dalam ISAF. (Hanin Mazaya/berbagai sumber)