JAKARTA (Arrahmah.com) –Pakar hukum tata negara, Prof Dr. Yusril Ihza Mahendra berpendapat bahwa pengetatan bahkan penghilangan atas hak-hak napi menimbulkan keresahan yang meluas hampir di semua Lembaga Pemasyarakatan (LP).
“Tanjung Gusta hanya awal saja,” katanya dalam pesan elektroniknyaAhad (14/7/2013).
Yusril juga menasehati Presiden Yudhoyono terkait LP bahwa sebenarnya yang harus dipenuhi bagi napi bukan hanya hak-hak dasar napi sebagai manusia, tetapi hak-hak napi itu sendiri.
Dia menyebut hak-hak napi itu diatur dalam Konvensi PBB tentang Perlakuan terhadap Narapidana dan detilnya diatur dalam Protokol Tokyo.
“Isi Konvensi PBB itu sudah dituangkan dalam UU Pemasyarakatan Tahun 1995. Hak-hak napi itu antara lain Hak Mendapat Remisi, Hak Cuti Menjelang Bebas, Mendapat Asimilasi, Hak Mendapat Bebas Bersyarat dan sebagainya,” urai Yusril.
Selanjutnya Yusril menyebut bahwa hak dasar napi berbeda dengan hak-hak napi. “Presiden sebaiknya minta Menkumham menjelaskan perbedaan hak-hak dasar napi sebagai manusia dengan hak-hak napi, agar dapat memahami persoalan,” kritiknya
Yusril juga meminta Presiden menegur Menkopolhukam yang menyebut terorisme, narkotik, korupsi dan sebagainya sebaga “extra ordinary crime” terkait dengan PP 99 dan 20.
“Minta Menkopolhukam membaca Statuta Roma tentang Pembentukan ICC dan berbagai literatur tentang crime against humanity agar dapat memahaminya. Presiden juga harus menegur Menkumham dan Wamennya agar pahami betul-betul UU Pemasyarakatan dan sistemnya, agar tidak salah membuat kebijakan,” tegas Yusril.
(azmuttaqin/arrahmah.com)