JAKARTA (Arrahmah.com) – Survei yang dilakukan Saiful Mujani Research Consulting (SMRC) menemukan sebanyak 39 persen masyarakat dari unsur umat Islam setuju bahwa pemerintahan menghalang-halangi kegiatan dakwah.
Survey tersebut juga menemukan, masih cukup banyak umat Islam yang merasa tidak punya kebebasan untuk kegiatan keagamaan mereka.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi Agama DPR RI Bukhori Yusuf mengatakan, kendati secara statistik masih di bawah 50 persen, temuan tersebut adalah persoalan krusial untuk menjadi perhatian serius pemerintah dalam kewajibannya menjalankan amanat UUD 1945.
Bukhori menjelaskan, pada dasarnya negara menjamin kebebasan beragama setiap orang dan hak setiap orang untuk beribadah sesuai dengan agamanya sebagaimana diatur dalam Pasal 28 E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945.
“Pemerintah selama ini gagap dalam menempatkan persoalan agama sebagai satu isu yang perlu disikapi dengan cermat dan bijaksana di tengah kondisi keberagamaan masyarakat yang heterogen,” jelas Bukhori, sebagaimana dikutip dari RMOL, Kamis (8/4/2021).
Rentannya praktik keberagamaan salah satunya ditandai dengan maraknya serangan maupun persekusi terhadap tokoh agama maupun rumah ibadah yang terjadi belakangan ini.
Ironisnya, lanjut Bukhori, intimidasi tersebut tidak jarang menyasar kelompok maupun tokoh agama yang kritis terhadap pemerintah.
“Pertama, pemerintah harus menyadari bahwa umat Islam tidak hanya diisi oleh satu kelompok tertentu saja. Ada kelompok lain yang juga perlu diayomi dan diperlakukan setara dalam hal merangkul gagasan mereka untu menyelesaikan problem kebangsaan yang kompleks,” terangnya.
Bukhro mengaku optimis, keteladanan pemerintah dalam berlaku adil kepada setiap pihak akan meredakan sentimen masyarakat.
“Sebab, tidak menutup kemungkinan persepsi masyarakat yang menilai pemerintah menghalang-halangi dakwah tersebut memiliki alasan yang bersifat multidimensional,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)