KABUL (Arrahmah.com) – Seiring dengan akan diselenggarakannya pemilihan presiden kedua sejak lengsernya kekuasan Taliban tahun 2001, para kandidat presiden dan pendukungnya dihantui ketakutan. Mereka harus menghadapi berbagai macam percobaan serangan selama masa kampanye berlangsung belakangan ini.
Selain harus mengungguli rivalnya dalam arena pesta demokrasi di Afghanistan, masing-masing kandidat harus pula waspada dengan berbagai macam kemungkinan penyerangan yang dilakukan oleh para mujahidin yang tidak menghendaki dilakukannya pemilihan yang jelas-jelas muncul dari sistem demokrasi yang kufur.
Incumbent Hamid Karzai, yang diperkirakan kuata akan memenangkan pemilihan, harus mendapati persaingan yang ketat dari lawannya yang juga merupakan mantan meteri keuangan Afghanistan, Abdullah Abdullah.
Pada hari Kamis (13/8), 50.000 suporter melakukan konvoi untuk mendukung Abdullah Abdullah di Mazar Sharif. Menurut panitia pemilihan, konvoi Abdullah adalah konvoi terbesar sejauh ini, dengan satu orang dilaporkan tewas dan dua lainnya terluka karena harus berdesakan.
Sementara itu, pada saat Karzai melakukan kampanye, salah satu audio speaker yang dipakainya terkena tembakan beberapa menit setelah presiden incumbent itu meninggalkan ruangan. Menurut laporan, tidak ada korban dalam insiden tersebut.
Munafikin Karzai menyeru para perempuan di Kabul untuk tidak ragu-ragu lagi menggunakan hak pilih pada pemilihan presiden 20 Agustus mendatang, meskipun Taliban telah menerbitkan ancaman bahwa Taliban tidak akan tinggal diam dalam membiarkan kemaksiatan besar itu berlangsung dan menghimbau semua rakyat Afghanistan agar tidak berpartisipasi di dalamnya.
Saingan lainnya adalah Ashraf Ghani, mantan pejabat PBB dan Bank Dunia, serta Ramzan Bashardosht, mantan menteri perencanaan Afghanistan.
Amerika Serikat sang gembong salibis itu tentu juga tidak akan tinggal diam. Pemilu, sebagai salah satu sarana untuk menguji konsistensi Afghanistan dalam berdemokrasi, akan menjadi agenda utama para tentara kafir internasional itu. Berbagai setting AS pun sudah terendus oleh media atau bahkan AS tidak lagi segan untuk memperlihatkan bahwa pihaknya mendikte pemerintah boneka Afghanistan untuk bekerja sesuai kepentingan mereka. (Althaf/prtv/arrahmah.com)