PERANCIS (Arrahmah.com) – Remaja Perancis bernama Mourad Hamyd (18) sebelumnya disebut-sebut merupakan salah satu dari tiga “tersangka” pelaku serangan di kantor majalah anti-Islam, Charlie Hebdo. Secara mengejutkan teman sekelasnya mengatakan bahwa Hamyd berada di kelas filsafat ketika serangan itu berlangsung di Paris, lansir DM pada Kamis (8/1/2015).
Selain itu postingan pengguna Twitter dengan nama @babydroma juga mengatakan: “Dia ada di kelasku, dan dia ada di sana untuk mengikuti pelajaran pagi ini.”
Ia menambahkan: “Aku bersumpah aku belum berbicara dengan Mourad lebih dari lima kali, tapi aku merasa berkewajiban untuk membantunya.”
Pada Rabu (7/1), dua bersaudara Kouachi ditetapkan menjadi dua diantara tiga tersangka yang terlibat dalam serangan penembakkan di sebuah kantor majalah anti-Islam yang kerap menghina Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam, Charlie Hebdo, di Paris, Perancis, yang mengakibatkan 12 orang tewas dan empat lainnya mengalami cedera serius.
Pada malam setelah serangan, Said Kouachi (34), dan Cherif Kouachi (32), keduanya dari Paris, diidentifikasi bersama dengan Hamyd Mourad (18), dari kota timur laut, Reims.
Hamyd menyerahkan dirinya ke polisi di Charleville-Mézières, Perancis, setelah melihat namanya dikaitkan dengan serangan itu di media sosial.
Selain teman sekelas Hamyd, remaja lain yang mengaku mengenal Hamyd juga memberinya pembelaan dan mendorong orang-orang di Twitter untuk me-retweet hashtag #MouradHamydInnocent (Mourad Hamyd Tidak Bersalah), lapor The Guardian.
Dalam serangan penembakan di kantor Charlie Hebdo yang berlangsung pada Rabu (7/1), seorang pemimpin redaksi dan kartunis penghina Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam, Stephane Charbonnier, termasuk di antara 12 orang yang tewas dalam serangan itu.
Charbonnier, yang dikenal dengan panggilan Charb, tewas di markas majalah Charlie Hebdo, dimana dia dan jajarannya mencari ketenaran dengan berulang kali menerbitkan karikatur yang menghina Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam.
Dalam aksinya, para penyerang dilaporkan menyisir kantor majalah itu dan menyebut beberapa nama, mengabaikan orang-orang yang namanya tidak ada dalam daftar, dan hanya menewaskan mereka yang namanya ada dalam daftar mereka.
Sementara itu, di tengah perburuan terhadap Kouachi bersaudara, para pengguna Twitter mendesak masyarakat untuk menghindari menyalahkan Islam atas serangan itu – dengan mendorong mereka untuk menggunakan hashtag #RespectForMuslims.
Jurnalis Sigolène Vinson mengatakan kepada Radio France Internationale bagaimana ia tidak dibunuh dalam serangan di kantor Charlie Hebdo itu karena ia seorang perempuan.
Ia mengatakan bahwa salah satu pria itu berkata: “Aku tidak membunuhmu karena kau seorang wanita dan kami tidak membunuh wanita.
“Tapi kau seharusnya memeluk Islam, membaca Al-Qur’an dan memakai hijab.” Dia juga menambahkan bahwa pria itu meneriakkan, “Allahu Akbar, Allahu Akbar!”
(banan/arrahmah.com)