TEL AVIV (Arrahmah.id) – Kepala Staf baru militer “Israel”, Eyal Zamir, telah memanggil para perwira tinggi untuk menghadiri pertemuan pada Jumat mendatang. Pertemuan ini digelar di tengah kebijakan “Israel” yang mengingkari kesepakatan, memutus bantuan kemanusiaan ke rakyat Palestina di Gaza, serta ancaman untuk kembali melancarkan perang sebagaimana dilansir oleh Al Jazeera.
Sejumlah pejabat “Israel” terus mengancam akan melanjutkan perang pemusnahan di Gaza, sementara mereka menginginkan lebih banyak tahanan mereka dibebaskan tanpa harus memenuhi kewajiban dalam tahap kedua perjanjian, khususnya terkait penghentian perang dan penarikan penuh dari wilayah Gaza.
Sementara itu, radio “Israel” mengutip pernyataan Menteri Energi Eli Cohen yang menyebutkan bahwa opsi kembali ke perang masih terbuka, meski bukan tujuan utama pemerintah. Ia menegaskan bahwa “Israel” memiliki berbagai alat tekanan, termasuk penghentian bantuan kemanusiaan. Cohen juga menambahkan bahwa Tel Aviv akan memberikan tenggat waktu tertentu bagi utusan Amerika, Stephen Witkoff, serta para mediator untuk menyusun proposal baru.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terus mempersulit jalannya perundingan. Ia menolak memulai tahap kedua kesepakatan, dengan tetap menggunakan taktik kelaparan dan penghentian bantuan sebagai alat tekanan untuk membebaskan tahanan “Israel” tanpa perlu melanjutkan kesepakatan.
Dalam pembelaannya terhadap keputusan menghentikan bantuan kemanusiaan ke Gaza, Netanyahu berkata, “Tidak ada makan siang gratis.” Ia menegaskan bahwa Hamas keliru jika berpikir gencatan senjata akan bertahan lama atau bahwa ketentuan tahap pertama akan tetap berlaku tanpa “Israel” mendapatkan tahanannya kembali.
Netanyahu juga menghalangi pembebasan sekitar 620 tahanan Palestina yang seharusnya dibebaskan dalam tahap ketujuh, meskipun Hamas telah memenuhi kewajibannya.
Menanti Witkoff
Sementara itu, harian Haaretz mengutip seorang pejabat “Israel” yang terlibat dalam perundingan gencatan senjata di Gaza. Pejabat tersebut mengatakan bahwa kunjungan Witkoff pada akhir pekan ini mungkin dapat menyelamatkan negosiasi.
Menurutnya, kunjungan ini berpotensi membuka jalan bagi terobosan dalam beberapa hari ke depan. Ia menambahkan bahwa jika Hamas menerima proposal Amerika, maka perundingan dapat dimulai kembali. Namun, jika gagal, maka institusi keamanan “Israel” telah bersiap untuk kembali melancarkan operasi militer.
Di sisi lain, harian Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa para mediator telah meminta beberapa hari tambahan sebelum perang kembali dimulai. Sumber keamanan “Israel” yang dikutip koran itu menyatakan bahwa pemerintah saat ini menunggu hasil kunjungan Witkoff, dengan harapan dapat mendorong kemajuan dalam perundingan.
Menghindari Negosiasi
Di tengah ketegangan ini, pemimpin partai oposisi Demokrat Israel, Yair Golan, menuduh pemerintah Netanyahu menghindari negosiasi tahap kedua dari kesepakatan. Ia menilai bahwa mengakhiri perang akan menjadi bencana politik bagi Netanyahu.
Golan menegaskan bahwa “Israel” telah menandatangani kesepakatan dan seharusnya memulai negosiasi tahap kedua pada hari ke-16 dari tahap pertama. Namun, pemerintah Netanyahu justru menghindarinya.
Menurutnya, Witkoff telah mengusulkan jalan keluar dari kebuntuan, dengan mengatakan, “Mari kita cari cara untuk mengeluarkan gerobak ini dari lumpur.”
Ayah Tahanan Mengkritik Netanyahu
Sementara itu, seorang ayah dari salah satu tahanan “Israel” secara terbuka mengkritik kebijakan Netanyahu. Ia memperingatkan bahwa melanjutkan perang di Gaza dapat membahayakan nyawa para tahanan.
Alon, ayah dari tahanan Tamir Nimrodi, mengatakan kepada radio militer “Israel”:
“Kami sedang berada di puncak negosiasi, namun justru menggunakan kekuatan yang dapat mengorbankan lebih banyak sandera. Kami pernah melakukan ini sebelumnya dan kehilangan puluhan sandera.”
Ia juga menyesalkan bahwa para tahanan kini lebih berharap pada Amerika dan negara-negara asing, bukan pada pemerintah “Israel” sendiri.
Kudeta terhadap Kesepakatan
Di sisi lain, gerakan perlawanan Hamas menuduh Netanyahu melakukan kudeta terhadap kesepakatan gencatan senjata dengan menerima proposal Amerika untuk memperpanjang tahap pertama perjanjian. Hamas pun mendesak para mediator untuk menekan “Israel” agar segera memulai tahap kedua.
Pernyataan Hamas ini muncul setelah kantor Netanyahu mengumumkan bahwa pihaknya menyetujui rencana perpanjangan tahap pertama berdasarkan proposal Witkoff. Namun, Witkoff sendiri tidak pernah secara resmi mengumumkan proposal tersebut, dan ia telah beberapa kali menunda kunjungannya ke kawasan dalam dua pekan terakhir.
Hingga kini, belum ada komentar dari mediator Mesir, Qatar, maupun Witkoff mengenai pengumuman pemerintah “Israel” tersebut.
Gencatan senjata tahap pertama yang berlangsung selama 42 hari kini telah berakhir. Namun, “Israel” menolak untuk melanjutkan ke tahap kedua dan mengakhiri perang.
Netanyahu sendiri ingin memperpanjang tahap pertama untuk membebaskan sebanyak mungkin tahanannya di Gaza tanpa memberikan konsesi apapun. Ia menolak memenuhi kewajiban militer maupun kemanusiaan yang seharusnya dilakukan selama periode gencatan senjata.
Di sisi lain, Hamas menolak skenario ini dan menuntut “Israel” untuk memenuhi kesepakatan gencatan senjata. Hamas juga mendesak mediator untuk segera memulai tahap kedua, yang mencakup penarikan penuh pasukan “Israel” dari Gaza serta penghentian perang secara total.
Media “Israel” memperkirakan bahwa masih ada sekitar 62 tahanan “Israel” di Gaza, baik dalam keadaan hidup maupun tewas. Namun, perlawanan Palestina belum mengumumkan jumlah pasti tahanan yang mereka miliki.
Pada 19 Januari lalu, gencatan senjata antara Palestina dan “Israel” mulai berlaku. Kesepakatan ini terdiri dari tiga tahap, masing-masing berlangsung selama 42 hari, dengan mediasi dari Mesir dan Qatar serta dukungan Amerika Serikat.
Sejak 7 Oktober 2023 hingga 19 Januari 2025, dengan dukungan penuh AS, militer “Israel” telah melakukan genosida di Gaza yang menyebabkan sekitar 160 ribu warga Palestina gugur atau terluka, mayoritas di antaranya adalah wanita dan anak-anak. Selain itu, lebih dari 14 ribu orang masih dinyatakan hilang.
(Samirmusa/arrahmah.id)