TEL AVIV (Arrahmah.id) — Israel dilanda kekacauan Ahad hingga Senin kemarin. Negeri zionis itu diguncang protes besar-besaran warganya.
Sebanyak 80.000 orang berkumpul di Tel Aviv meneriakkan yel-yel demokrasi. Sejumlah massa memblokir jalan dan jembatan, serta melakukan pembakaran.
Beberapa juga dilaporkan bentrok dengan polisi berkuda, sebagaimana dilaporkan CNN (27/3/2023). Negeri itu pun disebut menteri ekonominya Nir Barkat, terancam “perang saudara”.
Hal ini terjadi pasca Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu memecat menteri pertahanan Yoav Gallant. Pasalnya, Gallant menentang reformasi peradilan yang dicetuskan Netanyahu.
“PM Benjamin Netanyahu telah memutuskan untuk mencopot Menteri Pertahanan Yoav Gallant dari jabatannya,” bunyi pernyataan pemerintah sebelum demo terjadi.
Gallant diketahui mendesak penghentian reformasi keadilan Sabtu malam saat Netanyahu berada di luar negeri dalam kunjungan resmi ke Inggris. Gallant mengatakan bahwa melanjutkan proposal dapat mengancam keamanan Israel.
Reformasi peradilan sendiri telah menjadi landasan pemerintahan Netanyahu serta aliansi ekstrem kanan yang mulai menjabat pada akhir Desember.
Netanyahu menyatakan perombakan peradilan adalah kunci untuk memulihkan keseimbangan antara cabang-cabang pemerintahan dalam sistem yang diyakini memberi hakim terlalu banyak kekuasaan atas pejabat terpilih.
Dalam undang-undang baru ala Netanyahu, kendali penuh peradilan akan berada di tangan pemerintah atas penunjukan yudisial. Ini akan melemahkan Mahkamah Agung negara hingga pada titik efektif mengakhiri perannya sebagai pengawas kekuasaan eksekutif dan legislatif.
“Pemerintah berpendapat perubahan itu penting untuk mengendalikan Mahkamah Agung, yang mereka anggap picik, elitis, dan tidak lagi mewakili rakyat Israel,” tulis proposal Netanyahu.
Hal ini kemudian menimbulkan protes warga selama berbulan-bulan. Pemogokan juga terjadi, termasuk oleh tentara yang dianggap dapat merusak keamanan Israel, di tengah masih terus panasnya hubungan dengan Palestina.
Terbaru dalam update Senin malam, Netanyahu akhirnya dilaporkan akan menghentikan rencananya merombak sistem peradilan di negara itu. Ini dikatakannya dalam konferensi pers, sebagaimana dimuat AFP (28/3).
“Dari rasa tanggung jawab nasional, dari keinginan untuk mencegah perpecahan di antara rakyat kami, saya telah memutuskan untuk menghentikan pembacaan kedua dan ketiga dari RUU tersebut untuk memberikan waktu untuk berdialog,” katanya.
“Kita tidak akan membiarkan perang saudara,” tegasnya.
Sementara itu, pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid mengatakan dia siap untuk terlibat dalam dialog atas perubahan yang diusulkan. Dirinya pun berharap tindakan pemerintah bukanlah “gertakan” semata.
Mantan menteri pertahanan Benny Gantz, seorang tokoh oposisi terkemuka, juga mengatakan siap untuk pembicaraan. Ia menilai langkah menghentikan reformasi peradilan adalah yang terbaik.
“Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” kata Gantz tentang jeda Netanyahu.
Sebelumnya, proposal reformasi peradilan telah memicu kekhawatiran dari sekutu Israel. Termasuk Amerika Serikat (AS) yang menyebut langkah terbaru Netanyahu “sebagai peluang untuk menciptakan waktu dan ruang tambahan untuk kompromi” warga.(hanoum/arrahmah.id)