TEL AVIV (Arrahmah.id) — Ratusan ribu orang berunjuk rasa sambil mengibarkan bendera Israel dan meneriakkan slogan-slogan menentang pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Tel Aviv pada Sabtu (22/6/2025). Mereka menuntut diselenggarakannya pemilihan umum baru dan pengembalian sandera yang ditahan di Gaza.
Demonstran kerap melancarkan unjuk rasa setiap pekan untuk memprotes cara Netanyahu menangani perang yang telah berlangsung hampir sembilan bulan di Gaza, dimulai oleh serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan.
Banyak pengunjuk rasa memegang poster bertuliskan “Menteri Kriminal” dan “Hentikan Perang” ketika orang-orang memenuhi jalan raya utama kota terbesar di Israel tersebut.
“Saya di sini karena saya takut dengan masa depan cucu saya. Tidak akan ada masa depan bagi mereka jika kita tidak keluar dan menyingkirkan pemerintahan yang buruk ini,” kata Shai Erel (66), dikutip dari VOA (23/6).
“Semua tikus di Knesset… Aku tidak akan membiarkan satu pun dari mereka menjadi pengasuh taman kanak-kanak.”
Organisasi protes anti-pemerintah Hofshi Israel memperkirakan lebih dari 150.000 orang mengikuti demonstrasi tersebut. Mereka menyebutnya sebagai demonstrasi terbesar sejak perang Gaza dimulai.
Beberapa pengunjuk rasa tergeletak di tanah dengan cat merah di Lapangan Demokrasi di kota tersebut untuk memprotes apa yang mereka katakan sebagai matinya demokrasi di negara tersebut di bawah kepemimpinan Netanyahu.
Dalam pidatonya di hadapan massa, mantan kepala badan keamanan dalam negeri Israel Shin Bet, Yuval Diskin, mengecam Netanyahu sebagai “perdana menteri terburuk” Israel.
Banyak yang merasa frustrasi dengan koalisi sayap kanan di negara tersebut, termasuk Menteri Keamanan Itamar Ben Gvir dan kelompok ultra-nasionalis sayap kanan lainnya. Mereka menuduh koalisi tersebut memperpanjang konflik di Gaza dan mengancam keamanan negara serta nyawa sandera. (hanoum/arrahmah.id)