(Arrahmah.com) – Syaikh Abdullah Al Muhaisini telah menyampaikan sebuah tausiyah yang begitu menggugah berjudul “Mengapa Kemenangan Tertunda?”. Dalam tausiyah yang diterjemahkan oleh Tim Muqawamah Media pada Senin (24/11/2014) ini, Syaikh Al Muhaysini menyampaikan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjanjikan sebuah kemenangan kepada kita umat Islam dan bahwa Allah tidak akan menyelisihi janji-Nya.
Syaikh Al Muhaysini memaparkan bahwa kemenangan yang dinanti-nanti ini dengan izin Allah bisa kita raih apabila persyaratan untuk meraihnya telah kita penuhi. Selain itu, Syaikh juga menyampaikan beberapa sebab tertundanya kemenangan, diantaranya ialah karena kita tidak mampu memenuhi persyaratannya disebabkan dosa yang kita lakukan dan perpecahan yang ada pada diri kita.
Selanjutnya Syaikh Al Muhaisini menjabarkan sejumlah kemungkinan sebab lain tertundanya kemenangan ini. Namun demikian, menurut Syaikh, meski kemenangan tertunda dan kekuatan musuh mengungguli kita, pantang bagi kita untuk menyerah. Beliau menegaskan bahwa apabila kita terbunuh dalam jihad, maka itu adalah keuntungan yang besar, dan apabila kita menang dan mampu menyebarkan syariat, maka itulah tujuan kita berjuang.
Syaikh Al Muhaisini juga menyatakan bahwa apabila umat ini belum mampu mewujudkan faktor-faktor kemenangan, maka yang harus kita lakukan ialah tetap bersikap sesuai syar’i dan tidak meninggalkan jihad di jalan Allah. Berikut ini merupakan tausiyah lengkap Syaikh Al Muhaysini tersebut.
MENGAPA KEMENANGAN TERTUNDA?
Oleh: Dr. Abdullah Al Muhaisini
Ketika kita ingin menjawab pertanyaan penting yang telah menyusup ke dalam hati banyak orang, maka kita harus menetapkan sebuah ketentuan baku umat Islam, yaitu bahwa kemenangan datangnya dari Allah, Allah telah menjanjikan kepada kita sebuah kemenangan dan Allah tidak akan menyelisihi janjinya, Allah Jalla wa Ala berfirman:
وَكَانَ حَقًّا عَلَيۡنَا نَصۡرُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
“…dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” [Qs. Ar Ruum: 47]
إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَيَوۡمَ يَقُومُ ٱلۡأَشۡهَٰدُ ٥١
“Sesungguhnya Kami menolong Rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).” [Qs. Ghafir: 51]
إِن تَنصُرُواْ ٱللَّهَ يَنصُرۡكُمۡ
“…jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” [Qs. Muhammad: 7]
وَلَيَنصُرَنَّ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُۥٓۚ
“…Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya…” [Qs. Al Hajj: 40]
Dan masih banyak lagi ayat-ayat lain mengenai hal ini, maka pertanyaannya adalah mengapa kemenangan tertunda?
Jawaban: Sesungguhnya Allah menjanjikan kemenangan kepada kita, dan Allah memberikan persyaratan untuk mendapatkannya, yang kapan saja kita berhasil memenuhi persyaratan tersebut, Allah akan menolong kita. Ada beberapa sebab tertundanya kemenangan yang sebagian orang tidak menyadarinya, kemenangan bisa saja tertunda karena kita tidak mampu memenuhi persyaratannya disebabkan dosa kita dan perpecahan yang ada pada kita, mungkin juga ia tertunda agar semua orang dapat mempersiapkan apa yang terpampang setelah kemenangan, yaitu penerapan hukum berdasarkan Kitab Allah, mungkin juga kemenangan tertunda karena Allah ingin memberikan ujian kepada para mujahidin untuk membedakan unsur yang ada di dalam barisannya, untuk mengukuhkan eksistensi orang-orang yang benar dan untuk menggugurkan eksistensi orang-orang yang hina.
وَلِيُمَحِّصَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ
“dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka)..” [Qs. Ali Imran: 141]
Kemenangan juga mungkin saja tertunda karena Allah ingin mengambil beberapa orang di antara kita sebagai syuhada’, sedangkan apakah ada kehormatan yang lebih agung selain mati syahid di jalan Allah?
Mungkin juga kemenangan tertunda karena banyaknya dosa dan kemaksiatan kita, mungkin juga karena Allah ingin mengangkat derajat orang-orang yang terzhalimi di surga kelak, karena cobaan yang mereka alami..
وَلَوۡ يَشَآءُ ٱللَّهُ لَٱنتَصَرَ مِنۡهُمۡ
“…apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka…” [Qs. Muhammad: 4]
Mungkin juga kemenangan tertunda karena lingkungan rakyat muslim belum siap untuk menghadapi apa yang akan terjadi setelah kemenangan, yaitu proses penerapan hukum Allah dan penegakan panji tauhid, mungkin pula tertunda agar manusia bisa terbebas dari ketergantungan terhadap diri mereka sendiri dan agar memurnikan hati mereka dengan terus bertawakkal kepada Allah serta agar mereka hanya bergantung kepada-Nya saja.
Mungkin juga kemenangan tertunda agar orang yang suka bermaksiat dapat bertaubat, orang yang lalai dapat kembali sadar, orang yang putus asa dapat kembali semangat, orang yang berlaku israf terhadap dirinya dapat terampuni dosanya, dan agar generasi penerus jihad dapat terus bermunculan.
Kemenangan juga mungkin saja tertunda agar jiwa ini dapat terbebaskan dari sifat yang selalu mencari keuntungan duniawi, agar tujuan-tujuan sampingan dapat disingkirkan, agar niat dapat kembali diluruskan, dan agar sifat yang selalu mencari keuntungan dari ghanimah, rasa fanatis golongan, dan kelompok. Bisa juga ia tertunda agar kebathilan dapat disingkap dan kebenaran ditampakkan, karena betapa banyak orang yang tertipu dengan Hizbusy Syaithan kini telah sadar, dan betapa banyak orang yang lalai terhadap kaum salibis kini telah melihat siapa sebanarnya mereka.
Saya katakan dengan jelas dan perasaan yang sakit, barangsiapa yang menyaksikan kondisi di medan juang Syam, maka ia akan mengetahui bahwa mayoritas sebab dari tertundanya kemenangan sudah terjadi, maka kepada Allah sajalah kita mengadu. Ada kelompok-kelompok yang berjuang demi mendapatkan ghanimah, ada juga yang berjuang agar menjadi terkenal, ada pula kelompok yang nilai-nilai keshalihannya tidak ada, kelompok ini dengan santainya melakukan perbuatan haram dan juga syubhat. Di Syam seseorang bisa saja mencuri harta orang lain dengan alasan kemaslahatan, ada yang mengkafirkan seorang muslim dengan alasan kemaslahatan, ada yang menfitnah orang lain dengan alasan kemaslahatan, dan ada pula yang menzhalimi hamba Allah dengan alasan demi kemaslahatan.
Beberapa orang mungkin akan mengatakan, “Jadi mengapa kalian terus bertahan padahal faktor-faktor kemenangan tidak ada?” Kami katakan: Benar, memang faktor-faktor kemenangan tidak ada dan kekuatan musuh mengungguli kekuatan kami.
Mungkin beberapa orang lainnya akan mengatakan: “Kalian tidak memiliki kekuatan untuk melawan Obama beserta tentara dan aliansinya!”, maka kami akan menjawab:
كَم مِّن فِئَةٖ قَلِيلَةٍ غَلَبَتۡ فِئَةٗ كَثِيرَةَۢ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ
“…Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah…” [Qs. Al Baqarah: 249]
Benar memang Obama dan siapa saja yang bersamanya telah bersepakat untuk memerangi kita, akan tetapi pantang bagi kita untuk menyerah di hapannya, cukuplah Allah sebagai pelindung kami dan Ia adalah sebaik-baik pelindung, sesungguhnya kami akan selalu ditolong oleh Allah. Apabila mereka membunuh dan membombardir kami, maka itu adalah keuntungan yang besar. Dan apabila kami diberikan kemenangan dan kami mampu menyebarkan syariat Rabb kami, maka itulah tujuan kita berjuang, jadi janganlah merasa gentar di hadapan mereka dan senantiasa berdzikir kepada Allah.
Adapun mengenai umat ini yang tidak mampu mewujudkan faktor-faktor kemenangan, maka itu benar, namun apa sikap kita yang sesuai syar’i? Apakah kita harus meninggalkan jihad di jalan Allah karena ada kelompok yang meremehkan urusan agama?! Demi Allah tidak, Allah telah memaparkan ayat-Nya kepada kita:
فَقَٰتِلۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ لَا تُكَلَّفُ إِلَّا نَفۡسَكَۚ وَحَرِّضِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۖ
“Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat Para mukmin (untuk berperang)…” [Qs. An Nisa’: 84]
Dengan izin Allah kita akan terus berperang dan mengobarkan semangat sampai Allah memilihkan nasib yang Ia inginkan bagi kita. Kita tidak akan condong kepada dunia dan melupakan firman Rabb kita:
إِلَّا تَنفِرُواْ يُعَذِّبۡكُمۡ عَذَابًا أَلِيمٗا وَيَسۡتَبۡدِلۡ قَوۡمًا غَيۡرَكُمۡ
“jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain…” [Qs. At Taubah: 39]
Demi Allah betapa kecewanya kita karena tidak ada para ulama, pelajar, pemikir, dan kader-kader keilmuan lainnya yang berangkat ke medan perang. Padahal kalau mereka berangkat, niscaya kondisinya tidak akan seperti ini. Namun cukuplah bagi kami kelak ketika kami menghadap Allah, kami berkata, “wahai Rabb, Engkau telah berfirman:
فَقَٰتِلۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ لَا تُكَلَّفُ إِلَّا نَفۡسَكَۚ وَحَرِّضِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۖ
“Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat Para mukmin (untuk berperang)…” [Qs. An Nisa’: 84], maka kami pun berperang dan mengobarkan semangat, namun para ulama, para da’i dan para dermawan tidak ada yang menyambut seruan kami.”
Demi Allah kami sangat sedih ketika mengingat suatu hari kami mengunjungi sebuah kesatuan yang jumlah pasukannya mencapai ribuan orang, kami menyaksikan kebodohan dan kemaksiatan merajalela, maka kami pun berkata kepada para komandannya, “Apa-apaan ini?”, dan mereka menjawab: “Di manakah para penuntut ilmu (yang seharusnya mengajari mereka)?!” Kami tidak bisa menjawab apa-apa kecuali menepuk dahi kami sambil bergumam, “Hasbuna Allah wa ni’ma Al Wakil..“
Sungguh kami merasa sangat miris ketika mendapati seorang ibu yang menjaga kesuciannya bersama anaknya berada di pinggir jalan, kemudian ia menggelar tikar dan memayungi dirinya dengan selembar koran, ia sangat membutuhkan bantuan namun ia merasa malu untuk meminta-minta kepada orang-orang, betapa pedih hati ini ketika menyaksikannya. Ibu itu pun mencegat saya, maka saya pun membawanya untuk mengantarkannya ke tenda pengungsinya, lalu saya bertanya kepada ibu itu, “Siapa yang memberimu makan wahai bibi?”, maka ia pun menangis dan berkata, “Tidak ada, Nak.” Ia melanjutkan perkataannya, “Sebelumnya saya hidup dengan makmur, saya tidak butuh meminta-minta kepada orang, sampai suatu hari suami saya gugur syahid dan rumah kami terkena bom.” Dan orang seperti ibu ini jumlahnya sangat banyak.
Ini adalah sepenggal kisah dari ribuan kisah yang ada, sehingga apakah karena faktor kemenangan itu tidak ada, lantas kita harus meninggalkan jihad, tidak membantu orang yang kelaparan, dan menolong orang yang terzhalimi?
(banan/arrahmah.com)