Oleh Ustadz Hawin Murtadlo
(Arrahmah.com) – Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لاَنْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ
“Wahai Muhammad, berkat rahmat Allah kepadamu, kamu bersikap lemah lembut kepada para pengikutmu. Sekiranya kamu kasar lagi keras hati kepada pengikutmu, niscaya mereka akan menjauhi kamu…”(QS. Ali Imran [3]: 159)
Ayat ini menjelaskan salah satu akhlak Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Allah mengaruniakan sifat lemah-lembut kepada beliau. Beliau lembut dalam bertutur kata, lembut pula hatinya. Kelembutan ini menjadikan pribadi beliau indah memesona.
Kelembutan tutur kata dan hati, berpengaruh positif dalam hubungan beliau dengan para sahabat. Kita melihat, betapa besar cinta para sahabat kepada beliau. Ini bisa dipahami ketika kita melihat kelembutan yang ada pada pribadi beliau itu. Siapa yang tidak menyukai orang yang lembut hati dan tutur katanya? Tidak terkecuali para sahabat. Andaikata, beliau kasar dalam bertutur kata dan keras hati, tentulah para sahabat satu persatu meninggalkan beliau, sebagaimana diisyaratkan dalam ayat di atas.
Sebuah kesaksian luar biasa mengenai hal ini, disampaikan oleh Anas bin Malik radhiyallāhu ‘anhu. Ia menuturkan, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahīh Bukhari dan Shahīh Muslim :
خَدمْتُ رَسُول اللهِ صلى الله عليه وسلم عَشْرَ سِنِِيْنَ فَمَا قَالَ لِي أُفٍّ قَطّ وَلاَ قَالَ لِشَيْئٍ فَعَلْتُهُ : لِمَا فَعَلْتَهُ؟ وَلاَ لِشَيْئٍ لَمْ أفْعَلْهُ : أَلاَ فَعَلْتَهُ؟
“Aku pernah menjadi pembantu Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam selama 10 tahun. Beliau sama sekali tidak pernah mengatakan kepadaku, ‘Ah!’. Tidak pernah pula beliau mengomentari sesuatu yang aku kerjakan, ‘Mengapa kamu mengerjakannya?’ atau mengomentari sesuatu yang tidak aku kerjakan, ‘Mengapa kamu tidak mengerjakannya?'”
Coba kita bandingkan apa yang dituturkan oleh Anas bin Malik radhiyallāhu ‘anhu tersebut dengan kehidupan para pembantu di zaman sekarang. Sangat jauh bukan? Ya, sejauh jarak langit dan bumi.
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam selama 10 tahun tidak pernah mengucapkan kata yang menyakiti pembantunya. Kata paling singkat yang menyakitkan, seperti “Ah!” pun tidak meluncur dari mulut beliau. Terlebih kalimat lain yang bernada menyudutkan. Sama sekali tidak pernah.
Adapun di zaman sekarang bentakan dan makian merupakan hal lumrah, bahkan bisa jadi merupakan ‘menu wajib’ yang diterima pembantu setiap hari. Sebelum bekerja dimarahi. Saat bekerja diomeli. Setelah bekerja pun dicaci maki. Bos tentu selalu punya alasan yang boleh jadi benar. Terutama bila dilihat dari sudut pandangnya. Misalnya, karena si pembantu melakukan tindakan bodoh. Atau ia melakukan kesalahan, dengan sengaja atau tidak. Atau ia tidak melakukan kesalahan, hanya saja apa yang dilakukannya belum memuaskan hati bos. Dengan semua alasan itu, ia harus selalu siap mendengar umpatan bos yang memerahkan telinga.
Hari ini, sebagian orang merasa sulit merekatkan hubungan dengan orang-orang terdekatnya. Entah orang dekat itu satu rumah, satu asrama, atau satu tempat kerja. Selalu saja ada masalah yang bisa memicu keretakan hubungan. Kadang mereka tersinggung, kadang kita. Kebersamaan yang begitu lama, membuat kita tahu bagaimana kebiasaan mereka dalam berbagai macam aktivitas. Hidup bersama, menjadikan kita dengan mudah menemukan kekurangan dan kesalahan mereka.
Hal itu mendorong kita untuk sesekali berkomentar tidak enak atau mengeluarkan kata-kata menyudutkan. Kebersamaan sering membalik hubungan. Yang semula saling menghormati berubah menjadi saling mencaci. Yang tadinya saling mencintai berubah menjadi saling membenci. Yang dulunya lembut dan manis, berubah menjadi kasar dan ketus.
Semoga Allah yang membolak-balikkan hati, memudahkan kita untuk meneladani Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam serta selalu menjaga kelembutan hati dan tutur kata kita.
Sebagian tips agar kita tetap bisa membangun kedekatan hati dengan orang-orang dekat kita adalah pesan pada ayat yang sama dengan yang tercantum di awal tulisan. Allah Subhānahu wa Ta’ālā berfirman:
فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْلَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى اْلأَمْرِ
“…Karena itu, maafkanlah orang-orang mukmin yang bersalah. Mohonkanlah ampun untuk mereka, ajaklah mereka bermusyawarah dalam urusan-urusan keduniaan mereka…” (QS. Ali Imran [3]: 159)
Setiap orang pasti berbuat salah. Bersedia memaafkan sekaligus mendoakan agar Allah mengampuni kesalahan itu, akan membuat hati kita lebih lapang.
Selain itu, pekerjaan atau persoalan berat sering kita hadapi. Bermusyawarah akan membuat kita lebih mudah mendapatkan solusi. Musyawarah juga mendorong hati orang-orang dekat kita agar lebih bersemangat menyertai kita dalam pekerjaan bersama.
Jika semua itu kita lakukan, hati kita akan lebih sehat. Kita lebih mudah untuk melembutkan hati. Lebih mudah pula untuk melembutkan tutur kata. Dengan begitu, kehidupan bersama kita akan lebih nyaman.
Jika hari ini Anda menghadapi masalah dalam berhubungan dengan orang-orang dekat Anda, cobalah untuk mengubah cara interaksi kita. Lembutkan hati. Lembutkan pula tutur kata. Maafkan. Mohonkan ampun. Dan bermusyawarahlah. Lihat, bagaimana efek perubahan ini. Semoga Anda mendapat pola hubungan baru yang lebih indah dan menyenangkan. Semoga!
Wallahu’alambish shawab…
(Ukasyah/arrahmah.com)