JAKARTA (Arrahmah.com) – Terkait tragedi tari Bali di atas sajadah untuk shalat, Kanwil Kemenag DKI Jakarta sebagai pihak yang berulah telah minta maaf, dengan menjelaskan bahwa kejadian itu diluar kesengajaan tidak ada maksud untuk menjadikan sejadah alas untuk menari.
Namun Komnas HAM dalam keterangannya di Jakarta, mempertanyakan argumen faktor kebetulan alias bukan kesengajaan seperti disampaikan pihak Kanwil Kemenag DKI Jakarta itu.
“Agaknya sulit diterima nalar sehat publik, apalagi pada acara sekaliber HUT di Kemenag DKI Jakarta,” kata Maneger Nasution, Komisioner Komnas HAM, Selasa.
“Sekali lagi Menteri Agama sebaiknya menjelaskan secara terbuka ke publik. Apalagi banyak sekali faktor kebetulan sepanjang 2015 dan awal 2016; Al-Quran dinyanyikan dengan langgam Jawa di Istana Presiden; adzan mengiringi lagu gereja dalam Acara Natal Nasional 2015 yang dihadiri Presiden Jokowi dan Menag Lukman,” tambahnya
Kata Maneger ada baiknya Menteri Agama, sebagai organisasi vertikal, menginvestigasi kasus tersebut. Lalu menjelaskan secara terbuka kepada publik. “Apakah tidak ada karpet lain atau tikar di Kanwil Kemenag DKI Jakarta? Kenapa harus karpet shalat yang jelas- jelas visualnya untuk ibadah? Apakah ini benar faktor kebetulan?”
Komnas HAM mengingatkan Menteri Agama dan Kakanwil Kemenag DKI Jakarta tentu paham betul bahwa salah satu substansi HAM yang paling elementer itu adalah resfek; menyelami dan menghormati perasaan serta simbol-simbol keyakinan dan identitas kultural publik.
“Bangsa ini mulai defisit resfek ini,” katanya
Dia mengatakan publik tentu mengapresiasi Menteri Agama dan Kakanwil Kemenag DKI Jakarta yang sudah minta maaf.
“Di samping itu publik juga tentu berharap Menteri Agama menginvestigasi kasus tersebut secara tuntas dan memberi punishment kepada yang bertanggung jawab. Dan, juga yang terpenting menjamin tidak akan terulang kasus-kasus seperti itu di masa mendatang (guarantees of nonrecurrence),” demikian Maneger. (azmuttaqin/arrahmah.com)