JAKARTA (Arrahmah.com) – Masalah payung hukum organisasi kemasyarakatan (ormas) akan menjadi target Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk tahun 2011. Diharapkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1985 tentang Ormas bisa masuk prolegnas tahun 2011.
“UU ini sudah tidak ideal,” kata Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, dalam pemaparan refleksi akhir tahun Kemendagri, Jumat (31/12/2010). Menurutnya, UUD 1945 sudah diamandemen sebanyak empat kali, sedangkan UU ormas ini masih merujuk pada konstitusi yang belum diamandemen. Oleh karena itu perlu ada revisi yang lebih relevan dengan dinamika masyarakat saat ini.
Seperti yang diketahui pada tahun 2010, permasalahan ormas memang sempat mencuat. Pada Agustus 2010, Kepolisian Republik Indonesia sempat mencatat ada 107 tindakan kekerasan dilakukan oleh organisasi masyarakat (ormas) sejak tahun 2007 hingga 2010. Dari jumlah tersebut, Front Pembela Islam (FPI) dan Forum Betawi Rempug (FBR) menduduki posisi tertinggi.
Dengan UU Nomor 8 Tahun 1985, sanksi untuk ormas-ormas yang berlaku anarkis memang dinilai tidak memberikan efek jera. Jalur pemberian sanksi yang berujung pada pembubaran pun sangat panjang. Dimulai dari teguran hingga tiga kali, pembekuan pengurus, teguran kembali, baru sampai pada pembubaran. Dalam pembubarannya pun harus melibatkan Mahkamah Agung.
Oleh karena itu, diharapkan melalui revisi UU Ormas tersebut, ketegasan terkait sanksi ini akan bisa didiskusikan bersama dengan DPR dan elemen masyarakat yang lain. Selain itu, hak dan kewajiban ormas juga akan lebih diperjelas. Sehingga ke depan pengaturannya akan jauh lebih baik.
Lebih lanjut, Gamawan menjelaskan, bahwa dalam upaya membawa revisi UU Ormas untuk prolegnas tahun 2011, ternyata mulai ada masukan tentang pengaturan terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau tentang kebebasan berserikat dan berkumpul. Sebagian masyarakat meminta ada UU khusus yang menyatukan peraturan terkait LSM, Ormas, dan kebebasan berkumpul itu. Namun, sebagaian yang lain meminta masing-masing hal tersebut diatur dalam UU yang terpisah. “Tentang ini, nanti akan kita bicarakan dengan DPR,” katanya.
Selain, mendorong masuknya revisi UU Ormas, pada tahun 2011 ini, Kemendagri juga akan semakin memperhatikan masalah pendirian rumah ibadah. “Kami membuat kajian tahun 2011, berdasarkan kecenderungan 2010. Beberapa hal, yang sekarang harus kita tangani dengan baik adalah pendirian rumah ibadah,” ujar Gamawan. Menurutnya, dalam masalah pembangunan rumah ibadah ini, daerah perlu melakukan orientasi peraturan yang benar, parameter dan syarat-syaratnya harus dilihat dengan baik. Kemudian yang terpenting adalah mencegah terjadinya kekerasan.
Pada tahun 2010, sudah banyak pihak yang meminta adanya revisi tentang Keputusan Bersama Tiga Menteri terkait pendirian rumah ibadah. Hal ini terkait polemik pendirian rumah ibadah jemaah HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Ciketing, Bekasi. Namun saat ini, kata Gamawan, masih belum ada formula yang lebih baik dari keputusan bersama itu untuk mengatur rumah ibadah. Dia justru lebih mendorong dibuatnya UU untuk keputusan bersama itu. “Kalau ada yang membuat jadi UU, kita sepakat. Karena itu dulu pernah kita bicarakan dengan komisi II,” katanya. (rep/arrahmah.com)