JAKARTA (Arrahmah.com) – Di Gedung Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat No. 15, Jakarta Pusat, pada hari Jum’at (9/11/2018) mulai pukul sembilan pagi, telah dilangsungkan pertemuan antara ormas-ormas Islam.
Pertemuan ini dihadiri oleh Wiranto sebagai tuan rumah dan pihak yang menginisiasi adanya pertemuan Dialog Kebangsaan yang bertemakan “Dengan Semangat Ukhuwah Islamiyah, Kita Jaga Persatuan Dan Kesatuan Bangsa” ini.
Hadir juga Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Soedarmo, MUI, PBNU yang diwakili oleh Sekjen PBNU Helmy Faishal Zainy, Ust Yusuf Manshur, juga perwakilan dari GP Ansor dan pimpinan-pimpinan ormas lainnya.
Perwakilan dari FPI yang hadir antara lain Habib Hanif bin Abdurrahman Alatas, dan KH Awit Masyhuri.
Ada pula KH Muhammad Al Khaththath, KH Slamet Maarif, Ustadz Asep Syaripudin, Abah Raoud, Ustadz Eka dari Bang Japar, dan para Tokoh lainnya.
Namun, karena pertemuan ini muncul akibat gejolak yang diakibatkan oleh pembakaran Bendera Tauhid dan ini adalah pertemuan lanjutan setelah aksi 211 delegasi umat Islam dijanjikan oleh Wiranto akan dipertemukan dengan perwakilan ormas-ormas Islam untuk membahas masalah ini.
Maka, dalam kesempatan itu, atas permintaan dari KH Awit Masyhuri, yang meminta kejelasan masalah ini, Menkopolhukam akhirnya meminta Soedarmo agar menjelaskan secara gamblang masalah ini sesuai dengan hukum yang ada.
Akhirnya, Soedarmo menjelaskan dengan gambar yang telah dibawa dan diperlihatkan oleh Habib Hanif dan KH Awit. Ia menyatakan bahwa yang dilarang adalah Bendera HTI bukan Bendera Tauhid.
“Bendera HTI itu ada tulisan Hizbut Tahrir Indonesia kalau Bendera Tauhid itu tidak ada. jadi Bendera Tauhid itu tidak terlarang, boleh di Indonesia”, jelas Soedarmo.
Hal tersebut sama seperti apa yang pernah dimuat dalam website resmi kemendagri sejak Juli 2017 bahwasanya yang dilarang adalah bendera HTI, bukan bendera Tauhid. Yang membedakan antara keduanya adalah bendera HTI ada tulisan Hizbut Tahrir Indonesia sedangkan bendera tauhid tidak ada tulisan tersebut, hanya kalimat tauhid saja.
Namun setelah beredar berita bahwa ada kesepatan tentang bendera tauhid dalam pertemuan di Gedung Kemenkopolhukam tersebut, ada pihak yang menyangkal, dan menyebut bahwa itu hanya klaim sepihak FPI.
Terkait hal ini, perwakilan FPI Habib Muhammad Hanif Alathas, Lc, angkat suara.
“Agar Polemik soal bendera tauhid tidak lagi berlarut-larut, pada pertemuan tersebut delegasi dari FPI khusususnya meminta kepada pemerintah agar menjelaskan secara gamblang bendera apa yang dilarang dan bendera apa yang diperbolehkan. Akhirnya, bapak Wiranto meminta kepada Dirjen Polpum Kemendagri untuk mempertegas hal tersenut,” terang habib Hanif.
Hasilnya, lanjut Habib Hanif, persis seperti apa yang pernah dimuat dalam website resmi kemendagri sejak Juli 2017 bahwasanya Yang dilarang adalah bendera HTI bukan bendera Tauhid.
“Dan yang membedakan antara keduanya adalah bendera HTI ada tulisan Hizbuttahrir Indonesia sedangkan bendera Tauhid tidak ada tulisan tersebut, hanya kalimat Tauhid saja,” jelas Habib Hanif.
Menurut Habib Hanif, hal ini ditegaskan di hadapan Menkopolhukam, Menag, Sekjend PBNU, perwakilan GP Ansor, FPI, dan pimpinan ormas Islam lainnya, tanpa ada bantahan dari siapapun yang ada di ruangan tersebut, karena hal itu memang sudah sesuai dengan hukum.
Bahkan setelah itu, tutur Habib Hanif, KH. Awit Masyhuri (Delegasi DPP FPI) menegaskan kepada delegari dari GP Ansor agar tidak kembali gagal faham dengan menganggap bendera Tauhid adalah bendera terlarang, karena semuanya sudah clear dan aturannya sudah jelas.
“Lalu sekarang muncul pernyataan Sekjend PBNU yang menyanggah hal tersebut dan menganggap itu hanya klaim sepihak FPI. La Haula wala Quwwata Illa Billaah,” tandasnya.
Jika demikian, kata Habib Hanif, saya tantang Bapak Sekjend PBNU untuk mempublikasikan Video dokumentasi pertemuan tersebut secara full, tanpa diedit sedikit pun.
Habib Hanif mengungkapkan, videonya hanya ada pada tim dokumentasi menkopolhukam, karena saat diskusi berlangsung semua media tidak boleh masuk termasuk media kami.
“Ayo putar video itu dari awal sampai akhir jangan ada yang dipotong. Biar ummat menyaksikan siapa yg benar dan siapa yang dusta!,” tegasnya.
(ameera/arrahmah.com)