DAMASKUS (Arrahmah.id) — Tangisan haru seketika pecah ketika kelompok perlawanan Suriah membuka pintu penjara Sednaya yang terkenal kejam. Puluhan wanita dan anak-anak yang lemah dan tidak pernah tahu sinar matahari akhirnya dapat bebas.
Dilansir The Guardian (8/12/2024), video yang viral di berbagai media sosial menunjukkan puluhan perempuan dan anak-anak kecil ditahan di sel-sel sempit dengan kapasitas yang tidak memadai. Mereka diminta tidak takut dan disuruh segera keluar dari penjara, saat sejumlah anggota kelompok perlawanan Suriah pemberontak membuka pintu.
Sebelumnya, penjara Sednaya memang terkenal penjara paling kejam di Damaskus. Saking kejamnya, suriah membuat krematorium sendiri untuk membuang mayat dan membuat blok khusus bawah tanah yang aksesnya susah untuk dibuka.
Pasca bebasnya para tahanan, Al-Arabiya menyiarkan rekaman sebuah keluarga yang tiba di Damaskus untuk menemui putra mereka yang dibebaskan. Suara ibu lansia itu pecah karena emosi saat bertemu putranya untuk pertama kalinya dalam 14 tahun.
Selain itu ada juga, Raghad al-Tatary, seorang pilot yang menolak mengebom kota Hama selama pemberontakan melawan Hafez al-Assad pada tahun 1980an, dibebaskan setelah 43 tahun. Tal al-Mallouhi (19) ketika dia ditangkap pada tahun 2009 karena postingan blog yang mengkritik korupsi negara, ditemukan hidup.
Seorang lelaki berkepala gundul dan gemetar di Sednaya telah diperlakukan dengan sangat buruk hingga kehilangan ingatannya dan kesulitan berbicara. Keluarganya mengatakan dia berusia 20 tahun dan menjadi mahasiswa kedokteran ketika dia menghilang 13 tahun lalu.
Ribuan oorang ditangkap selama revolusi musim semi Arab tahun 2011 karena berbicara menentang pemerintah. Bahkan dokumen yang bocor menunjukkan aparat keamanan negara saking bengisnya, memenjara orang karena orang tersebut shalat berjamaah di masjid.
Banyak warga Suriah yang secara kasar diberitahu oleh pihak berwenang bahwa kerabat mereka telah dieksekusi, terkadang bertahun-tahun sebelumnya.
Bagi banyak orang, mereka masih harus menunggu dengan penuh penderitaan, berharap agar orang-orang tercinta mereka bisa ditemukan dalam keadaan hidup.
Di sebuah terminal bus besar di pusat kota Damaskus, aktivis Abdulkafi al-Hamdo, yang melarikan diri dari Aleppo bersama keluarga mudanya pada tahun 2016 selama bertahun-tahun di pengasingan di Idlib, memfilmkan dirinya bertemu dengan keluarga-keluarga yang cemas menunggu mobil dan bus yang mengantarkan tahanan yang dibebaskan pada hari Minggu.
Seorang perempuan mengatakan putranya berusia 18 tahun ketika dia dibebaskan pada tahun 2012; dia belum pernah mendengar atau melihat apa pun tentangnya sejak itu.
“Semua keluarga di sini mempunyai ketakutan yang besar di dalam hati mereka bahwa putra mereka akan meninggal,” katanya. “Beberapa dari mereka mempunyai harapan kecil, jendela harapan, bahwa anak-anak mereka akan tetap hidup.” (hanoum/arrahmah.id)