JAKARTA (Arrahmah.com) – Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI KH Muhyiddin Junaidi menanggapi surat edaran Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan yang berisi imbauan pemasangan spanduk ucapan selamat Natal dan tahun baru.
KH Muhyiddin menilai hal tersebut merupakan bukti nyata moderasi beragama yang salah kaprah dan sebagai bentuk pemaksaan kehendak.
KH Muhyidin menegaskan bahwa moderasi beragama berbeda dengan wasathiyah Islam yang menampilkan Islam yang “genuine.”
“Perlahan tapi pasti moderasi akan menimbulkan budaya sinkretisme, permisivisme dan klenik dalam masyarakat,” kata Kiai Muhyiddin dalam pernyataannya pada Selasa (14/12/2021).
KH Muhyiddin mengatakan, fanatisme kepada kebenaran absolut beragama adalah sebuah kewajiban. Sementara fanatisme kepada pendapat individu dan golongan akan melahirkan paham dan budaya kultus individu. Hal itu, kata dia, diharamkan dalam Islam.
“Toleransi beragama dalam perspektif Islam hanya dalam bidang muamalah saja, itupun selama tak merusak akidah umat. Adalah sangat berbahya bagi akidah umat Islam jika imbauan tersebut dipaksakan dalam bentuk instruksi,” katanya tegas.
Tokoh Muhammadiyah ini mengungkapkan, semua orang sadar bahwa mentaliltas bawahan di Indonesia terutama di kalangan ASN masih sangat inferior kepada atasan bahkan sering diterapkan secara berlebihan.
“Mereka lebih takut kepada atasan perintah daripada ketaatan kepada perintah Allah,” pungkasnya.
Sebelumnya, sebuah surat edaran bertanggal 14 Desember 2021, yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan Khaeroni, dan ditujukan kepada Kepala Kantor Kemenag Kabupaten/Kota se-Sulsel, Kepala MI, MTs dan MA se-Sulsel serta Kepala KUA Kecamatan se-Sulsel beredar luas di media sosial.
Dalam surat tersebut, Khaeroni mengimbau agar tiap satuan kerja yang dituju memasang spanduk ucapan selamat Natal dan tahun baru.
“Dalam rangka menyambut Hari Raya Natal Tahun 2021 dan Tahun Baru 2022, dengan ini diimbau kepada Saudara untuk memasang spanduk ucapan Selamat Natal tahun 2021 dan Tahun Baru 2022 pada satker masing-masing,” isi surat yang ditembuskan kepada Sekjen Kemenag RI itu.
Surat itupun menuai protes serta penolakan dari sejumlah tokoh Agama, Ormas dan umat Islam di Sulsel. (rafa/arrahmah.com)