DEPOK (Arrahmah.com) – Setelah aksi misionaris wanita mengajak muslimah mengakui yesus pada acara car free day di Jakarta terkuak oleh rtkChannel (3/11/2014), banyak tokoh Islam menanggapi hal tersebut. Terkait fenomena pemurtadan terselubung dan terang-terangan itu, Ustadz Felix Siauw akhirnya angkat bicara mengenai “pemurtadan fisik dan pemurtadan pemikiran”.
“Beberapa waktu ini kita kembali diingatkan tentang bahaya aqidah, yaitu paya pendangkalan aqidah bahkan pemurtadan di tempat-tempat umum,” ujar Ustadz Felix pada akun Facebook-nya, Senin (10/11).
Sebenarnya, ini bukan hal aneh, karena kaum kafir memang secara tersistematis akan berusaha memalingkan kita dari agama yang haq. Berkaitan hal ini, Allah mengingatkan berulang kali dalam Al-Qur’an, bahkan sampai melarang pemimpin kafir, karena bahaya semisal ini.
Menurut Ustadz yang juga mu’allaf ini, segala cara mereka gunakan untuk mendangkalkan aqidah ummat. Mulai dari simbol, pemaksaan, nikah beda agama, sampai cara yang tak pantas, akan digencarkannya menyerang benteng aqidah Muslimin.
Berbicara tentang pemurtadan, maka pemurtadan ada dua jenis.
1. Pemurtadan secara fisik
2. Pemurtadan pemikiran
“Jenis pertama, kita banyak saksikan di video investigasi yang beredar saat ini. Mulai dari pembagian roti bertulis khas Kristen, kalung merpati, dan lain-lain, bahkan ada pula yang melakukan pembabtisan terselubung,” ujar Ustadz Felix. Pada acara bakti sosial, biasanya yang dijadikan sasaran empuk dakwah mereka adalah kaum marjinal tak terdidik.
Pemurtadan fisik ini berbahaya, namun hanya berlaku bagi yang tak terdidik lemah ekonomi. “Begitu terdidik kaum Muslim, ini tak berarti,” tegas Ustadz Felix.
Namun ada yang lebih berbahaya, yakni pemurtadan jenis kedua. Pemurtadan pemikiran jauh lebih berbahaya dari pemurtadan fisik. Karena bila yang datang orang kafir berkalung salib, ummat [pasti] akan waspada. namun bila yang datang itu seorang Muslim, tapi berpikir selayaknya kafir? Ini sangat berbahaya sekali.
“Inilah yang dituju oleh banyak misionaris, cangkang Muslim namun isinya beracun, merusak dan menjauhkan ummat dari Islam. Yang sudah murtad secara pemikiran ini masih Muslim, namun permisif terhadap kekufuran, mendukung kekufuran, dan anti-Islam,” Ustadz Felix menggarisbawahi.
Jika kita simak kutipan Samuel Zweimer, misionaris global, kita dapat temukan gagasan, bahwa:
“Misi utama kita bukan menghancurkan kaum Muslim sebagai seorang kristen… Tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam, generasi yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi malas yang hanya mengejar hawa nafsu (walaupun mereka muslim).”
Menurut Ustadz penulis buku Muhammad A-Fatih 1453 ini, “Generasi yang sudah murtad secara pemikiran ini pun jauh dari Islam, mereka lebih akrab dengan nilai selain Islam, walaupun masih Muslim, mereka membuka jalan kekufuran.”
Guna merespons terhadap pemurtadan fisik ataupun pemikiran, Ustadz Felix menyatakan bahwa Islam memandu kita untuk melakukan 3 hal.
“Pertama, secara individual menguatkan aqidah, membentengi diri kita dan diri orang lain dan meyakini bahwa agama yang benar hanya Islam. Berpikir lalu menemukan bukti-bukti yang tak terbantahkan Islam itu haq, dan mencari alasan “kenapa aku harus jadi seorang Muslim?”
Kedua, berdakwah secara berjamaah, amar ma’ruf nahi munkar secara baik dan santun, baik mendakwahi ummat kita atau ummat lainnya. Dengan berjama’ah insyaAllah ummat akan lebih resisten dan aware terhadap segala bentuk pemurtadan yang terjadi, fisik atau pemikiran
Ketiga dan yang paling berefek, dengan penerapan syariah Islam oleh negara, ini bentuk tertinggi dari perlindungan aqidah ummat.
Di masa Rasulullah dan para Khalifah, kaum Nasrani dijamin hidup dan ritual agamanya, namun dilarang bila berdakwah di ruang publik.
Negara pula yang bertugas menjamin ekonomi ummat agar sejahtera dan kuat, hingga tidak mudah terpengaruh karena desakan ekonomi. Misalnya, Rasulullah pernah membangun “Pasar Kaum Muslimin” di Madinah yang berdampingan dengan pasar Yahudi dan Nasrani sebagai penguat ekonomi.
Negara pun memfasilitasi kemudahan dakwah dan bahkan negara sendiri yang mengemban dakwah Islam, mengenalkan kebaikan Islam bagi semua.”
Fungsi inilah yang belum dijalankan di Indonesia. Negaraini tidak menjaga aqidah ummat, alasannya “karena ini bukan negara agama”.
“Kadang-kadang saya berpikir, Muslim di Indonesia ini setengah-setengah, maunya dibilang beragama, tapi bernegara “tanpa agama”,” ujar Ustadz Felix Siauw.
Karena negara tidak pro terhadap syari’at, maka secara hukum negara, tindakan pemurtadan tidak bisa ditindak oleh negara, bila dilakukan dengan ‘legal’ menurut hukum negara. Lain halnya ketika syariat Islam diterapkan di masa Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam, tugas negara salah satunya yang penting, adalah melindungi aqidah masyarakat.
Renungan bagi orang tua
“Bagi para orangtua, renungkanlah kisah Nabi Ya’kub saat menjelang kematian, yang ia khawatirkan bukan harta, bukan tahta, namun iman,” nasihat Ustadz Felix Siauw.
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami.” (Qur’an Surat Al-Baqarah [2] : 133)
Berkaca dari hikmah pada ayat di atas, maka para orang tua diseru untuk mencaril ilmu tentang kebenaran Islam dan mengajarkannya pada anak-anak. Bersebab Islam adalah agama sosial, maka berjama’ahlah dalam kebaikan, dan memperjuangkan Islam agar bisa mewujud dalam negara menjadi langkah berikutnya. Dengan demikian, negara juga akan turut mengemban dakwah Islam.
“Mudah-mudahan Allah menguatkan iman di dada kita, menjaga baiknya iman itu dalam keseharian, dan mewafatkan kita dalam keadaan beriman,” pungkasnya. Aammiin.
(adibahasan/sumber/arrahmah.com)