IDLIB (Arrahmah.com) – Berikut ini adalah terjemahan dari sebuah postingan di telegram oleh salah seorang petinggi Hai’ah Tahrir Syam Syaikh Abu Khattab Al-Maqdisi.
Tulisan ini menjelaskan tentang alasan kenapa Hai’ah Tahrir Syam memberikan izin terbatas kepada Turki untuk menaruh pasukannya di pedesaan utara Idlib atau barat Aleppo, termasuk berbagai pertimbangan pragmatis dan kesepakatan yang disepakati bersama terkait kondisi kehadiran Turki.
Apa yang telah disetujui Hai’ah Tahrir Syam nampaknya tidak memenuhi persyaratan yang diharapkan dari kesepakatan tiga pihak Turki-Iran-Rusia di Astana. Syaikh Abu Khattab menegaskan bahwa Turki hanya mengambil posisi berseberangan dengan Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) di Afrin, sebuah daerah di sebelah utara wilayah yang dikuasai Mujahidin di barat laut, dan tidak mengerahkan lebih jauh ke selatan menghubungi garis kontak antara HTS dan rezim Assad.
Sam Heller, seorang jurnalis lepas dan analis yang fokus dengan konflik Suriah memberikan analisisnya;
“Klaim semacam ini dari HTS hanya menimbulkan lebih banyak pertanyaan tentang intervensi Turki. Sejujurnya, aneh bagi sebuah negara anggota NATO memasuki Suriah dengan didampingi oleh kelompok bersenjata yang “berafiliasi” dengan Al-Qaeda. Saat ini tampaknya tidak mungkin untuk mengatakan seberapa jauh intervensi Turki akan pergi, atau di mana akan berakhir. Mungkin Amir HTS Abu Muhammad Al-Jaulani telah menipu anggotanya sendiri tentang ruang lingkup kesepakatannya dengan Turki, atau mungkin Turki berencana untuk secara sepihak mengubah atau membatalkan syarat-syarat kesepakatan yang dicapai dengan HTS. Jika kesepakatan antara Turki dan HTS kurang eksplisit atau tidak ada kepahaman antara kedua pihak, maka bentrokan senjata antara keduanya kemungkinan akan terjadi, meskipun pemerintah Turki secara terbuka telah menjelaskan bahwa hanya ada misi pengintaian yang non-tempur.”
Dan di bawah ini adalah terjemahan dari tulisan yang diposting di Telegram pada tanggal 13/10/2017 oleh Syaikh Abu Khattab Al-Maqdisi.
Jika itu terjadi (dan ini mungkin saja) bahwa jika Turki berkhianat setelah memasuki wilayah yang dibebaskan, maka itu tidak akan mempercepat atau memperlambat sesuatu. Siapapun yang berpendapat bahwa untuk menahan invasi Turki melintasi perbatasan (hanya) dengan satu garis pertahanan (ribath) yang memanjang maka dia salah dari segi taktik militer. Bahkan jika ada invasi (belum lagi masuknya Turki yang terbaru) mereka tidak akan cukup menghadapinya hanya dengan sebuah garis pertahanan. Sebaliknya, itu akan menjadi bagian darinya (garis pertahanan), namun lebih besar, lebih kokoh, dan daerah yang paling penting akan berada di dalam wilayah yang telah dibebaskan. Dan itu kondisi kalau terjadi (pengkhianatan), semoga Allah tidak mentakdirkannya.
Dan siapapun yang berkesimpulan bahwa membiarkan orang-orang Turki masuk sebagai bagian dari kesepakatan yang jelas dan eksplisit dengan mengasumsikan tiga pos pertahanan ribath di hadapan milisi Kurdi ini sebagai bagian awal dari invasi total Turki (di Idlib), dan akan menyebabkan kerusakan besar, maka itu juga salah.
Dan janganlah mengatakan bahwa masuknya Turki ke pos-pos pertahanan ini adalah sebagai maslahat yang diharapkan (oleh HTS); Sebaliknya, ini adalah memilih yang paling ringan (dampakmya) di antara dua keburukan. Dan tidak satu pun dari apa yang terjadi sekarang ini melibatkan implementasi kesepakatan Astana di lapangan, sebagaimana yang coba digambarkan oleh beberapa pihak.
Benar Turki ingin menunjukkan kepada Rusia dan yang lainnya bahwa mereka menerapkan apa yang didapatkan dari Astana, tapi bukan itu kenyataannya.
Demikian juga, mencoba membandingkannya dengan perlakuan Hai’ah Tahrir Syam kepada Ahrar dan mengatakan bahwa HTS melakukan ketidakadilan kepada Ahrar dan menyerangnya hanya karena (sikap Ahrar yang mendukung) Astana, itu juga tidak benar. Semua orang tahu apa yang terjadi, dan bagaimana keadaan berkembang dan semakin memburuk, dimulai dengan permintaan HTS untuk pos-pos pertahanan (ribath) dan menaruh (pejuang HTS) bersama Ahrar di perbatasan untuk mengamankan HTS dari pengkhianatan mereka. Karena Ahrar, menurut pandangan HTS, tidak dapat dipercaya. Kemudian Ahrar merilis bayan mengumumkan sikapnya, kemudian masalah itu melebar di Badiyah, lalu Jabal Zawiyah, lalu Ahrar memperluas pertempurannya ke Sarmada dan sekitarnya begitu juga Salqin dan sekitarnya; sehingga masalah berakhir dengan dikeluarkannya Ahrar dari garis perbatasan.
Bahkan jika itu adalah tujuan HTS, akan tetapi HTS tidak akan dapat mewujudkannya jika bukan karena agresi dan perilaku Ahrar sendiri, dimulai dengan konflik di Jabal Zawiyah hingga Sarmada, dan sebelumnya konflik di pos-pos perbatasan.
Dan satu poin yang diabaikan oleh mereka yang mempertanyakan mengenai masuknya Turki, yaitu bahwa apa yang dilakukan oleh Hai’ah Tahrir Syam saat ini, yang berakhir dengan kesepakatan atas masuknya pasukan Turki. Semua ini adalah sebuah reaksi. dan upaya untuk meminimalkan kerugian dari apa yang direncanakan dalam kesepakatan Astana, Jenewa atau semisalnya. Hal yang dilakukan oleh HTS ini bukanlah sebagai pengakuan dari (kesepakatan) tersebut, seperti yang dituduhkan dan coba digambarkan oleh beberapa orang. Mereka mencoba menunjukkan bahwa posisi seseorang yang pergi ke perundingan (Astana) tersebut, bernegosiasi, duduk, dan menandatangani, sampai memberi koordinat dan peta lokasinya serupa dengan posisi Hai’ah Tahrir Syam yang telah berupaya untuk meminimalkan kerugian dari apa yang mereka hasilkan dalam pertemuan dan konferensi internasional tersebut.
Dan sebagaimana diketahui, bahwa masuknya Turki (ke Idlib) memiliki beberapa syarat. Antara lain, tentara Turki tidak boleh mengendalikan atau ikut campur dalam bentuk apapun dalam administrasi desa atau kota manapun di daerah yang telah dibebaskan. Dan juga dominasi HTS terhadap mereka (Turki), di mana HTS memiliki kemampuan untuk mengusir mereka kapan saja. Ini adalah perbedaan terbesar antara masuknya Turki dengan berbagai syarat dan mereka yang ingin membawa Turki masuk tanpa syarat, begit juga dengan mereka yang menginginkan Turki datang untuk mengawasi perjanjian de-eskalasi, yang mana (perjanjian itu) menetapkan kehadiran mereka (Turki) secara keseluruhan di front pertempuran melawan rezim. Sehingga revolusi akan berakhir, dan segera berakhir dalam semalam!
(umarmukhtar/arrahmah.com)