BANDA ACEH (Arrahmah.com) – Ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA menyatakan mengecam keras sikap Presiden Perancis Emmanuel Macron yang mendukung penulis karikatur yang menghina dan merendahkan derajat Nabi saw.
Diketahui, Macron membela karikatur yang menghina dan merendahkan derajat Nabi saw secara terang-terangan di hadapan publik dengan dalih kebebasan berekspresi.
Macron juga menyebut Islam adalah agama yang mengalami krisis di seluruh dunia serta menuduh Islam sebagai agama radikal dan teroris sehingga menimbulkan kegaduhan dan kemarahan umat Islam di seluruh dunia baru-baru ini.
“Mengecam penghinaan Macron dan orang-orang sejenisnya terhadap Nabi Saw dan Islam. Ini perbuatan jahat dan tidak bermoral. Inilah radikal dan teroris yang sebenarnya,” tegas Ustadz Muhammad Yusran, Kamis (29/10/2020).
Dia menyebut perilaku Macron dan orang-orang sejenisnya ini menunjukkan karakter asli mereka yang islamphobia (membenci Islam).
“Ini sangat berbahaya, karena bisa membahayakan kerukunan kehidupan antar umat beragama dan menciptakan konflik umat manusia. Terlebih lagi memprovokasi orang-orang Barat khususnya Perancis untuk bersikap islamphobia,” lanjutnya.
Selain itu, kata Ustadz Muhammad Yusran, penghinaan presiden Perancis Emmanuel Macron dan orang-orang sejenisnya terhadap Nabi saw dan Islam merupakan kejahatan penistaan agama yang tidak bisa ditolerir oleh siapapun manusia yang masih punya hati nurani, terlebih lagi umat Islam.
“Apapun alasannya, penghinaan mereka ini tidak bisa dibenarkan, baik secara logika maupun hukum,” tandasnya.
Dia menilai, penghinaan Macron dan orang-orang sejenisnya ini telah menyakiti perasaan dan menimbulkan kemarahan umat Islam sedunia. Macron harus meminta maaf kepada umat Islam dan menarik ucapannya.
Menurutnya, setiap muslim pasti marah dan benci terhadap penghina Nabi Muhammad Saw. Imannya kepada Rasul saw pasti “mengetuk” dan “memanggil” dirinya untuk membela Rasul saw dengan segala cara sesuai kemampuannya karena kecintaannya kepada Rasul Saw. Ini bukti dan konsekuensi iman seseorang. Inilah seorang muslim yang benar dan beriman.
“Jika seseorang mengaku dirinya muslim, namun dia tidak marah dan tidak pula membenci penghina Rasul Saw, maka patut diragukan dan dipertanyakan keislamannya. Apalagi sampai membelanya. Ini jelas perilaku orang munafik,” ujarnya.
Ustadz Muhammad Yusran juga menegaskan, penghinaan Macron dan orang-orang sejenisnya dengan alasan kebebasan berekspresi itu tidak tepat.
Kebebasan berekspresi, ujarnya, seharusnya tak menodai kehormatan, kesucian, dan simbol agama. Tindakan Ini justru bertentangan dengan HAM berupa toleransi dan kebebasan kehidupan beragama yang selalu digaungkan oleh negara-negara Barat.
Terlebih lagi, lanjutnya, keputusan pengadilan HAM Eropa pada tanggal 25 Oktober 2018 sudah menetapkan bahwa penistaan agama dan tokoh agama bukanlah bentuk kebebasan berekspresi.
“Seharusnya dalam hal ini Macron lebih mementingkan kemaslahatan umum dengan mengikuti keputusan pengadilan HAM Eropa tersebut,” terangnya.
DIa juga menegaskan bahwa Islam bukan agama radikal dan teroris.
“Yang radikal dan teroris itu Macron dan orang-orang sejenisnya. Islam itu agama yang damai dan rahmatan lil a’lamin (kasih sayang bagi seluruh penghuni dunia). Islam mengajarkan akhlak yang mulia, perdamaian dan kasih sayang,” terangnya.
Sikap islamphobia Macron dan orang-orang sejenisnya, lanjutnya, tidak mengurangi sedikitpun kemuliaan dan keagungan Islam. Justru sebaliknya menambah kemuliaan Islam dan menimbulkan simpati orang-orang kafir kepada Islam.
Kemudian, menurutnya, tindakan Macron dan orang-orang sejenisnya merupakan pelanggaran HAM berupa kebebasan dan toleransi beragama yang selama ini didengung-dengungkan oleh negara-negara Barat sendiri. Oleh karena itu, Macron dan orang-orang sejenisnya harus dituntut dan diproses hukum sesuai dengan hukum HAM internasional.
Ketua Jaringan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI) Provinsi Aceh ini juga menjelaskan bahwa Islam memberikan hukuman tegas bagi penghina Allah Saw, Nabi Saw dan Islam yaitu hukuman mati sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits Nabi saw.
“Tujuannya untuk mencegah penghinaan terhadap agama Islam dan memberi pelajaran. Hukuman inilah yang diterapkan oleh para sahabat bagi para penghina Nabi demi membela kehormatan Nabi saw dan Islam. Rasulullahpun menyetujuinya,” katanya.
Para ulama telah menjelaskan hal ini dalam kitab-kitab Fiqh. Bahkan sebahagian ulama telah menulis kitab khusus dalam masalah ini seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya “Ash-Sharim Al-Maslul ‘ala Syatim Ar-Rasul” (Pedang Tajam Terhunus Bagi Penghina Rasul Saw) dan Imam As-Subki dalam kitabnya As-Saiful Al-Maslul ‘ala Man Sabba Ar-Rasul” (Pedang terhunus bagi penghina Nabi saw), dan lainnya.
Ustadz Muhammad Yusran menyerukan kepada umat Islam untuk bersatu membela Nabi saw dan agama dengan mengecam dan menentang Macron dan orang-orang sejenisnya melalui media-media, aksi demo dan lainnya. Selain itu, dengan memboikot produk Perancis.
Dia juga menyerukan para pemimpin negara muslim untuk mengecam dan memutuskan hubungan diplomatik dengan Perancis serta melarang produk Perancis di negara mereka.
Menurutnya, Umat Islam tidak boleh diam melihat penghinaan ini. Umat Islam wajib membela Rasul Saw dengan dengan segala cara, baik dengan kecaman melalui media-media, demo/aksi protes, memboikot produk Perancis, maupun cara lainnya yang memberikan tekanan dan pelajaran kepada pemerintah Perancis. Para pemimpin negara-negara muslim wajib protes dan memutuskan hubungan diplomatik dengan Perancis.
“Inilah kewajiban dan bukti cinta seorang muslim kepada baginda Rasulullah Saw. Ini juga bukti iman seseorang,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)