(Arrahmah.com) – Pada hari Sabtu (17/5/2014) beberapa kelompok jihad di Suriah menanda tangani Mitsaq Asy-Syaraf Ats-Tsauri atau Piagam Kemuliaan Revolusi. Piagam tersebut antara lain menegaskan revolusi Suriah bertujuan menjatuhkan rezim Bashar Asad dan menegakkan negara keadilan, hukum dan kebebasan.
Piagam tersebut juga menegaskan perang terhadap sikap ekstrim dan tidak tunduk kepada pihak “asing” manapun. Piagam tersebut ditanda tangani oleh kelompok Ittihad Islami li-Ajnad Asy-Syam, Failaq Asy-Syam [Legion Syam], Jaisyul Mujahidin, Liwa’-liwa’ Al-Furqan dan Jabhah Islamiyah, Al-Jazeera melaporkan.
Jabhah Nushrah melalui Yayasan Media Al-Manarah Al-Baidha’ pada hari Selasa (20/5/2014) mengeluarkan pernyataan resmi sikap dan kritikan mereka terhadap Piagam Kemuliaan Revolusi tersebut. Berikut ini terjemahan pernyataan resmi Jabhah Nushrah tersebut.
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Rilisan Pers no. 9
Segala puji bagi Allah Yang menjanjikan bagi mujahidin di jalan-Nya balasan paling baik [surga] dan tambahan [melihat kepada wajah Allah] dan menjadikan usaha mengobarkan semangat jihad kaum mukmin sebagai sebuah ibadah. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada nabi yang diutus dengan pedang menjelang hari kiamat, juga kepada keluarga dan sahabatnya para pemilik akal sehat dan kepeloporan. Amma ba’du.
Media-media massa telah memberitakan apa yang dinamakan “piagam kehormatan revolusi” yang ditanda tangani oleh beberapa kelompok pejuang di Suriah Syam. Kami telah menerima berita piagam ini sebagaimana seluruh kaum muslimin dan mujahidin lainnya menerima berita tersebut. Betapa kami menginginkan dari saudara-saudara kita yang menandatangani piagam tersebut seandainya saja mereka mengajak kami musyawarah dalam urusan ini. Setiap orang mengetahui bahwa problem paling menonjol kancah-kancah jihad yang diperingatkan oleh para ulama adalah tiadanya syura dan memonopoli pengambilan keputusan. Sebab sesungguhnya jihad Syam adalah amanah di pundak kaum muslimin secara umum dan mujahidin secara khusus, dimana jihad Syam pada hari-hari ini sedang memasuki terminal-terminal ujian dan penyaringan.
Karena piagam tersebut mencakup perkara umum dan juga mencakup jihad Syam dan jihad umat Islam dalam sebagian aspeknya, maka kami berpendapat untuk menjelaskan beberapa kritikan terhadap piagam tersebut berdasar apa yang kami pahami dari ajaran dien kami dan kami akan menjelaskan sebagian dari manhaj kami.
Sesungguhnya pengingkaran kami terhadap sebagian kelompok pejuang yang menanda tangani piagam yang di dalamnya terdapat hal-hal yang harus dikritik tidaklah berarti kami mengingkari keutamaan mereka dan jihad mereka. Setiap orang bisa diterima dan ditolak pendapatnya, dimana pendapatnya bisa diterima jika sesuai dengan syariat Islam dan bisa ditolak manakala menyelisihi syariat Islam. Sebab perkara ini adalah agama, dan jihad harus dibebaskan dari berbagai kekeliruan dan penyimpangan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam: “Ya Allah, aku berlepas diri kepada-Mu dari apa yang dilakukan oleh Khalid bin Walid.”
Setelah mukaddimah ini, maka di sini kami menjelaskan secara ringkas beberapa kritikan terhadap “Piagam Kemuliaan Revolusi” tersebut sebagai berikut:
Pertama
Tidak adanya kejelasan, batasan yang tepat dan ketegasan dalam menjelaskan prinsip-prinsip pokok dari Piagam tersebut, padahal mereka telah menyebutkan dalam poin pertama aturan-aturan dan batasan-batasan perjuangan revolusi. Namun kami tidak mendapatkan di dalamnya batasan yang tepat dan tegas. Bahkan ia hanyalah istilah-istilah dan ungkapan-ungkapan yang global dan samar-samar yang akan dimaknai setiap pihak sesuai kemauannya sendiri-sendiri. Maka bagaimana bisa menjadi piagam yang menegaskan dan menentukan perjuangan revolusi sementara ia telah kehilangan semua makna batasan yang tegas dan jelas?
Kedua
Piagam hanya membatasi sikapnya pada memerangi sikap berlebih-lebihan dan ekstrim, namun mengabaikan perang terhadap sikap melalaikan, membebek dan melepaskan prinsip. Jika sikap ekstrim dan berlebih-lebihan bisa menghancurkan dan mencitrakan jihad secara buruk, maka demikian pula sikap kelalaian dan pengabaian [ajaran Islam] bisa menghancurkan dan mencitrakan jihad secara buruk. Agama Allah itu berada di antara sikap berlebih-lebihan dalam mengamalkan dan sikap teledor atau tidak serius dalam mengamalkan. Tidak boleh berlebih-lebihan dan juga tidak boleh mengabaikan:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ
“Dan demikianlah Kami telah menjadikan kalian sebagai sebaik-baik umat, agar kalian menjadi saksi atas umat manusia…” (QS. Al-Baqarah [2]: 143)
Ketiga
Tidak cukup klaim kembali dan menyimpulkan dari hukum-hukum agama kita yang lurus, sebab semua pihak juga mengklaim hal itu. Namun harus benar-benar dibuktikan oleh sesuainya perkataan dan perbuatan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, dimana Piagam ini memuat beberapa hal yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah, seperti yang akan dijelaskan oleh penjelasan ini. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam telah bersabda:
قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ
“Aku telah meninggalkan kalian di atas jalan yang terang benderang, malamnya bagaikan siangnya, tidak ada seorang pun sepeninggalkanku yang menyelisihi jalan tersebut kecuali ia akan binasa [tersesat].” (HR. Ibnu Majah)
Keempat
Piagam tersebut membatasi jihad hanya pada satu bentuk dari bentuk-bentuk jihad melawan serangan musuh, yaitu menjatuhkan rezim secara operasi militer. Padahal sudah diketahui bersama bahwa rezim Nushairiyah ini telah menyerang agama Islam, sebelum ia melakukan serangan terhadap nyawa, kehormatan, harta dan keturunan umat Islam. Maka melawan rezim ini haruslah demi membela agama Islam dan kedaulatan syariat Islam, sebelum pembelaan atas hal-hal selainnya. Sebab telah menjadi perkara yang baku bagi umat Islam bahwa menjaga agama itu didahulukan atas perkara-perkara pokok lainnya [yaitu nyawa, harta, kehormatan dan akal atau kehormatan].
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah [kesyirikan, kekafiran dan pemurtadan] dan seluruh ketaatan hanya ditujukan kepada Allah. Jika mereka berhenti [dari melakukan kekafiran, kesyirikan dan pemurtadan] maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka lakukan.” (QS. Al-Anfal [8]: 39)
Dan dalam ayat surat An-Nisa’:
وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ
“Mengapa kalian tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak…” (QS. An-Nisa’ [4]: 75)
Kelima
Pernyataan dalam Piagam tersebut menyebutkan bahwa kelompok-kelompok yang menanda tangani Piagam tersebut ingin mengajukan para tokoh rezim dan penjahat perangnya ke pengadilan yang adil dan jauh dari sikap pembalasan dan dendam.
Hal ini menyelisihi ketetapan syariat Islam yang menegaskan bahwa para pelaku kemurtadan yang berat tidak ada hukumanya dalam agama Islam selain hukuman mati. Para thaghut rezim ini, tokoh-tokohnya dan pemimpin-pemimpinnya adalah para pelaku kemurtadan yang berat, yang syariat Islam memerintahkan untuk membunuh mereka jika memiliki kemampuan. Sebagaimana di dalam hadits Sunan An-Nasai dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani tentang empat orang yang diperintahkan untuk dibunuh meskipun mereka bergelayutan pada tirai Ka’bah.
Darai Mush’ab bin Sa’ad dari bapaknya [Sa’ad bin Abi Waqash] ia berkata:
لَمَّا كَانَ يَوْمُ فَتْحِ مَكَّةَ أَمَّنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّاسَ إِلَّا أَرْبَعَةَ نَفَرٍ وَامْرَأَتَيْنِ وَقَالَ اقْتُلُوهُمْ وَإِنْ وَجَدْتُمُوهُمْ مُتَعَلِّقِينَ بِأَسْتَارِ الْكَعْبَةِ عِكْرِمَةُ بْنُ أَبِي جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ خَطَلٍ وَمَقِيسُ بْنُ صُبَابَةَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعْدِ بْنِ أَبِي السَّرْحِ فَأَمَّا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ خَطَلٍ فَأُدْرِكَ وَهُوَ مُتَعَلِّقٌ بِأَسْتَارِ الْكَعْبَةِ فَاسْتَبَقَ إِلَيْهِ سَعِيدُ بْنُ حُرَيْثٍ وَعَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ فَسَبَقَ سَعِيدٌ عَمَّارًا وَكَانَ أَشَبَّ الرَّجُلَيْنِ فَقَتَلَهُ وَأَمَّا مَقِيسُ بْنُ صُبَابَةَ فَأَدْرَكَهُ النَّاسُ فِي السُّوقِ فَقَتَلُوهُ
“Pada hari pembebasan kota Makkah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam memberikan jaminan keamanan kepada masyarakat, kecuali kepada empat orang laki-laki dan dua orang wanita. Beliau bersabda: ‘Bunuhlah mereka meskipun kalian menemukan mereka bergelayutan pada tirai Ka’bah!“
Mereka adalah Ikrimah bin Abu Jahal, Abdullah bin Khathal, Maqis bin Shubabah dan Abdillah bin Sa’ad bin Abi Sarh. Adapun Abdullah bin Khathal ditemukan sedang bergelayutan pada tirai Ka’bah, maka Said bin Huraits dan Ammar bin Yasir berlumba untuk membunuhnya. Said bin Huraits akhirnya bisa mendahului Ammar bin Yasir, karena usianya lebih muda [dan bertenaga] daripada Ammar, maka Said pun membunuh Abdullah bin Khathal. Adapun Maqis bin Shubabah ditemukan oleh masyarakat di pasar, maka mereka pun membunuhnya…” (HR. An-Nasai)
Kemudian, adalah merupakan hak kita dalam ajaran syariat Islam yang lurus, untuk membalas terhadap rezim kriminal ini. Bukankah saat melihat panglima Persia, Bahman Jadawaih, di awal perang Qadisiyiah maka Qa’qa’ bin Amru berteriak: “Ayo membalas untuk Abu Ubaid [bin Mas’ud Ats-Tsaqafi, panglima Islam yang gugur dalam Ma’rakah Al-Jisr, red], ayo membalas untuk Salith bin Amru [saudara Qa’qa bin Amru yang gugur dalam Ma’rakah Al-Jisr, red], ayo membalas untuk orang-orang yang gugur dalam Ma’rakah Al-Jisr!”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam telah mengirim [3000] para sahabat dalam perang Mu’tah yang diberkahi sebagai pembalasan atas terbunuhnya beberapa orang sahabatnya. Hal yang sama terjadi untuk perang Tabuk. Jadi ada pembalasan yang sesuai syariat dan ada pelampiasan dendam yang sesuai syariat, yang dibenarkan oleh syariat Islam yang agung.
Tidak melakukan pembalasan dendam bagi penduduk Syam yang ditindas sungguh merupakan sikap menelantarkan nasib mereka.
Keenam
Piagam itu menegaskan sikap bertemu dan bekerja sama dengan pihak-pihak regional dan internasional yang memberikan solidaritas kepada penderitaan rakyat Suriah, dengan perkara yang memberikan manfaat bagi revolusi Suriah. Inilah pernyataan mereka dalam poin keempat Piagam.
Pernyataan tersebut sangat umum, tanpa memberikan penjelasan rinci nama pihak-pihak tersebut, atau sikap pihak-pihak tersebut terhadap Islam dan kaum muslimin di berbagai penjuru dunia, juga peranan dan tujuan pihak-pihak tersebut dari revolusi Suriah yang Islami lagi penuh berkah dan hasil-hasilnya. Pernyataan tersebut juga tidak menjelaskan bentuk-bentuk dari sikap bekerja sama dan bertemu tersebut serta pembicaraan seputarnya.
Padahal kita mengetahui bahwa pihak-pihak regional ini hanya bekerja untuk memerangi Islam dan kaum muslimin, dan menghalangi kembalinya Khilafah Rasyidah.
Adapun poin keenam dalam Piagam tersebut menyebutkan perkataan yang intinya menolak tunduk kepada pihak luar manapun. Kami tidak tahu apa yang dimaksud dengan istilah “pihak luar” di sini? Apakah maksudnya adalah jama’ah-jama’ah Islam —nampaknya inilah kemungkinan paling kuat—???!!! Ataukah pihak-pihak regional? Jika begitu maka ini merupakan pernyataan kontradiktif. Sungguh Allah telah memperingatkan kita untuk mewaspadai makar orang-orang musyrik sepanjang waktu dan sejarah. Allah Ta’ala berfirman:
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut wahyu yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian wahyu yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Maidah [5]: 49)
وَكَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِينَ
Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Quran (supaya jelas jalan orang-orang yang shalih) dan supaya jelas pula jalan orang-orang yang berdosa.(QS. Al-An’am [6]: 55)
إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَى لَهُمْ (25) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِسْرَارَهُمْ (26)
Sesungguhnya orang-orang yang berbalik ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka.
Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang Yahudi): “Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan”, sedang Allah mengetahui rahasia mereka.(QS. Muhammad [48]: 25-26)
Ketujuh
Hilangnya ikatan persaudaraan iman dan dominasi semangat persaudaraan atas dasar tanah air dan kebangsaan dalam semua poin dalam Piagam tersebut, seperti pada poin ketiga, poin kelima, poin keenam dan poin kedelapan. Semua poin tersebut menebarkan semangat kebangsaan dan ikatan kepada tanah air dan bangsa.
Hal ini menyelisihi ketetapan nash-nash wahyu yaitu persaudaraan iman, tanpa memandang kepada kepada tanah air, kewarganegaraan, warna kulit dan lain sebagainya. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah saudara, maka damaikanlah diantara dua saudaramu yang berselisih, dan takutlah kepada Allah agar kalian mendapatkan kasih sayang-Nya. (QS. Al-Hujurat [49]: 10)
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
Para laki-laki yang beriman dan para wanita yang beriman, sebagian mereka adalah wali [pelindung, kawan dekat, penolong] bagi sebagian lainnya. Mereka memerintahkan perbuatan yang makruf dan mereka mencegah dari perbuatan yang mungkar.” (QS. At-Taubah [9]: 71)
Allah Ta’ala berfirman tentang kondisi Ahlu Kitab [Yahudi dan Nasrani]:
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ لَا تَسْفِكُونَ دِمَاءَكُمْ وَلَا تُخْرِجُونَ أَنْفُسَكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ
Dan ingatlah ketika Kami telah mengambil perjanjian dari kalian agara kalian tidak saling menumpahkan darah sesama kalian dan kalian tidak saling mengusir golongan kalian dari negeri kalian, kemudian kalian menyetujui perjanjian itu dan kalian menjadi saksi atasnya. (QS. Al-Baqarah [2]: 84)
Inilah kami Jabhah Nushrah menolak secara keras dan tegas sikap mengecilkan atau menyembunyikan peranan ikhwan-ikhwan muhajirin dalam jihad penuh berkah ini. Ikhwan-ikhwan muhajirin telah melakukan peranan yang agung dan besar untuk menolong penduduk Syam, sebagai pengamalan dari perintah Allah Ta’ala
وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ
Dan jika mereka meminta pertolongan kalian dalam urusan agama, maka kalian wajib menolong mereka. (QS. Al-Anfal [8]: 72)
Maka kami hanya akan membalas kebaikan mereka dengan kebaikan serupa dan pengakuan atas jasa mereka, sebab Allah Ta’ala telah berfirman:
هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ
Bukankah tiada balasan atas perbuatan baik kecuali perbuatan baik pula? (QS. Ar-Rahman [55]: 60)
Antara kami dan umat Islam disatukan oleh persaudaraan agama yang lebih tinggi dari semua ikatan tanah air atau kebangsaan. Pembelaan kami kepada kaum muslimin tegak diatas dasar agama Islam dan loyalitas kepada agama Islam, bukan di atas landasan tanah air, kebangsaan dan loyalitas kepada tanah air.
Allah Ta’ala telah berfirman:
وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ
“Mengapa kalian tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak…” (QS. An-Nisa’ [4]: 75)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, seorang muslim tidak akan menzalimi muslim lainnya dan tidak akan menelantarkannya.” (HR. Muslim)
Hendaklah semua pihak mengetahui bahwa Daulah Islamiyah yang didambakan yang hendak kami tegakkan adalah Daulah yang tegak diatas landasan agama, iman, dan syariat Islam, sebelum semua landasan lainnnya. Dan atas dasar itu pula wala’ [loyalitas] dan bara’ [permusuhan] dibangun. Bagi kami tidaklah sama antara seorang muslim dengan seorang kafir, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ
Apakah layak Kami memperlakukan [menyamakan derajat] orang-orang Islam itu seperti halnya orang-orang pendosa [orang-orang kafir]? (QS. Al-Qalam [68]: 35)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
إِنَّ أَوْثَقَعُرَى الْإِيمَانِ أَنْ تُحِبَّ فِي اللَّهِ وَتُبْغِضَ فِي اللَّهِ
“Sesungguhnya ikatan iman yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.” (HR. Ahmad dan Ath-Thabarani)
Sesungguhnya apa yang menyakiti saudara-saudara kami muhajirin juga menyakiti kami. Musibah yang menimpa saudara-saudara kami muhajirin juga merupakan musibah yang menimpa kami. Barangsiapa meminggirkan peranan saudara-saudara kami muhajirin maka ia juga telah memingirkan kami.
Wahai para muhajirin, inilah bumi Syam, berjalanlah kalian dengan leluasa di negeri ini, pintu-pintu negeri Syam akan tetap terbuka lebar-lebar bagi setiap orang yang ingin menolong Syam, menginginkan kebaikan bagi Syam dan penduduk Syam.
Kedelapan
Piagam tersebut menegaskan bahwa rakyat Suriah bertujuan menegakkan negara keadilan, hukum dan keadilan, jauh dari tekanan-tekanan dan pendiktean-pendiktean [oleh pihak asing].
Sungguh kami melihat tekanan-tekanan dan pendiktean-pendikteaan tersebut sangat jelas dalam penulisan poin Piagam ini. Kami adalah putra-putra Syam, kami memiliki eksistensi yang besar atas karunia Allah dan kami tersebar di seluruh wilayah Syam. Kami tidak menghendaki selain tegaknya Daulah di atas landasan kedaulatan Syariat Islam, tidak ada tujuan yang kami sembunyikan dan tanpa kompromi atas tujuan ini.
Justru kami mengumumkan secara terang-terangan bahwa kami sekali-kali tidak akan menerima negara sipil apapun, negara demokratis apapun, atau negara apapun yang tidak tegak di atas landasan kedaulatan Syariat Islam.
Ini pula kondisi kebanyakan kelompok pejuang yang kami bergaul dengan mereka dan kami hidup bersama mereka, dan mereka adalah bagian terbesar dari penduduk Syam. Penduduk Syam telah mengetahui bahwa kedaulatan Syariat Islam-lah yang akan menciptakan keadilan dan keamanan. Tidak ada keadilan, tidak ada kebebasan, tidak ada keamanan dan tidak ada jaminan keamanan dalam naungan masyarakat-masyarakat yang tidak tegak di atas syariat Islam.
Allah Ta’ala berfirman:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah, bagi kaum yang beriman? (QS. Al-Maidah [5]: 50)
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kesyirikan, mereka itulah orang-orang yang akan memperoleh keamanan dan merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am [6]: 82)
Kemudian, sesungguhnya negara keadilan, hukum dan kebebasan adalah tujuan yang diinginkan oleh semua orang Islam, Yahudi, Nasrani, sekuler, Hindu, Majusi dan lain-lain. Semua pihak mengklaim hendak menegakkan negara keadilan, hukum dan kebebasan. Maka tiada tempat untuk pernyataan-pernyataan yang sangat umum seperti ini dan tiadanya pernyataan tegas dalam perkara ini. Dalam masalah ini, silahkan menyimak kembali ceramah amir kami Al-Fatih Abu Muhammad al-Jaulani [semoga Allah menjaganya] yang berjudul “Hari yang akan datang akan lebih baik dari hari yang telah lalu“.
Kesembilan
Sesungguhnya piagam tersebut menegaskan bahwa “Revolusi Suriah adalah revolusi akhlak [moral] dan nilai-nilai yang bertujuan untuk merealisasikan kebebasan, keadilan dan keamanan bagi masyarakat Suriah, dengan struktur sosialnya yang beragam dari seluruh golongan dan etnisnya”.
Kami katakan bahwa berinteraksi dengan kelompok-kelompok, agama-agama dan golongan-golongan menurut agama Allah adalah setiap kelompok [agama, sekte dan golongan] disikapi secara berbeda dari kelompok lainnya. Ini adalah perkara yang telah baku dikalangan ulama, sehingga tidak boleh sikap kepada semua agama, sekte dan kelompok disamakan. Seharusnya yang lebih layak bagi Piagam seperti ini adalah menegaskan bahwa sikap terhadap setiap kelompok adalah berdasar nash-nash dan ketentuan-ketentuan syariat Islam, dimana kita tidak akan menzalimi dan juga kita tidak dizalimi.
Sebagai penutup, kami mengingatkan bahwa kami menulis penjelasan ini tidak lain hanyalah karena ketulusan kepada Allah, Rasul-Nya dan mujahidin. Kami juga menuntut kepada ikhwan-ikhwan yang menanda tangani Piagam tersebut untuk meninjau ulang, merevisinya dan menuliskannya kembali dengan lafal-lafal dan proyek-proyek Islami yang tegas dan jelas. Allah-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada nabi kita Muhammad, keluarganya dan seluruh sahabatnya.
Allah Maha Melaksanakan urusan-Nya akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya
Jabhah Nushrah
Yayasan Media Al-Manarah Al-Baidha’
Jangan melupakan kami dalam doa baik Anda
Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam
Selasa, 21 Rajab 1435 H
20 Mei 2014 M
(muhib al majdi/arrahmah.com)