BISHKEK (Arrahmah.com) – Rusia dan Amerika Serikat akan membangun pusat pelatihan terpisah di Kyrgyzstan selatan untuk menghadapi ancaman ‘militan Islam’ terhadap keamanan regional, Presiden Kyrgyzstan, Roza Otunbayeva, mengatakan pada Selasa (15/03/2011).
Kyrgyzstan, yang berbatasan dengan Cina dan terletak di jalur perdagangan opium dari Afghanistan, merupakan negara satu-satunya yang mempersilakan Rusia dan Amerika Serikat membangun pangkalan militer.
Negara dengan mayoritas Muslim (sekitar 5,4 juta jiwa) ini telah terbagi secara budaya dan etnis. Negara ini semakin kisruh setelah setelah pemberontakan yang berujung pada kekerasan untuk menggulingkan presiden April lalu dan bentrokan etnis di selatan pada bulan Juni tahun lalu yang mengakibatkan sedikitnya 400 orang tewas.
Sementara kebencian etnis dan ketidakpercayaan antara Kirgiz dan Uzbek menjadikan wilayah selatan negara ini terus memanas. Dan Kirgistan mengklaim bahwa peningkatan ancaman dari ‘militansi Islam’ di negara-negara tetangganya, Tajikistan dan Uzbekistan, semakin menambahkan ketidakstabilan di negara Asia Tengah tersebut, lanjut Otunbayeva.
“Kami siap untuk diinstruksikan. Kami harus dilatih tentang cara untuk melawan terorisme,” kata Otunbayeva.
“Salah satu pusat pelatihan akan dibangun oleh Rusia dan dibiayai oleh Rusia di selatan. Sementara pusat pelatihan lain akan dibangun dengan dana dari Amerika Serikat. Tidak ada yang buruk dalam hal ini saya kira. Kami harus berpikir cukup pragmatis dalam masalah ini.”
Menekankan pentingnya membangun pusat pelatihan militer yang didanai AS dan Rusia di wilayah selatan, Otunbayeva mengatakan situasi di perbatasan Kyrgyzstan dengan Tajikistan dan Uzbekistan “sangat membahayakan”.
“Sejak musim gugur terakhir, sejumlah elemen … telah terkonsentrasi di Tajikistan, dan banyak sekali ‘ekstremis’ yang terkonsentrasi di sepanjang perbatasan Batken,” tambahnya.
“Itulah sebabnya, kami saat ini harus memusatkan perhatian untuk bisa mengendalikan dan memperkuat perbatasan.” (althaf/arrahmah.com)