PARIS (Arrahmah.com) – Seorang mahasiswa Muslimah di salah satu universitas ternama di Perancis mendadak menuai kecaman setelah ia muncul dalam sebuah wawancara dengan mengenakan hijab.
Maryam Pougetoux muncul dalam sebuah video dokumenter tentang aksi protes mahasiswa menentang reformasi pendidikan Presiden Macron, yang telah berlangsung sejak April tahun ini.
Maryam merupakan aktivis mahasiswa dan ketua persatuan mahasiswa di Universitas Paris-Sorbonne di ibukota Perancis.
Wawancara tersebut mendapat kritik dari Menteri Dalam Negeri Perancis Gerard Collomb, yang mengatakan penampakan itu “mengejutkan” dan menuduh Maryam ingin mengadvokasi agamanya.
Menteri Kesetaraan Perancis Marlene Schiappa juga mempertimbangkan, menyebut pilihan hijab Pougetoux sebagai “manifestasi politik Islam”.
Maryam membela keputusannya untuk mengenakan hijab dalam sebuah wawancara dengan Buzzfeed, di mana dia mengatakan bahwa hijabnya “tidak memiliki fungsi politik” dan bahwa agamanya tidak mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan tugasnya sebagai ketua persatuan mahasiswa.
“Ketika saya membela siswa, saya tidak bertanya pada diri sendiri tentang warna kulit mereka, orientasi seksual mereka, filosofi hidup mereka,” katanya.
Mahasiswi berusia 19 tahun ini mengatakan dirinya tidak mengira hijab yang ia pakai mendapat perhatian para menteri.
“Ini seakan-akan seperti menjadi persoalan negara. Menyedihkan ada menteri dalam negeri yang mengeluarkan komentar seperti itu,” kata Maryam.
Selain dikecam dua menteri, Maryam juga menerima ‘pesan-pesan kebencian’ setelah nomor teleponnya diunggah ke media sosial.
Organisasi mahasiswa di Perancis mengatakan bahwa Poutgoux adalah ‘korban ujaran kebencian dan korban tindak rasisme dan Islamofobia’.
Sejarah kontroversi
Liputan itu telah memicu perdebatan sengit di Perancis yang telah melah menetapkan kebijakan dan beberapa kontroversi besar tentang apa yang dikenakan para wanita Muslimah.
Pada tahun 2004, para legislator mengesahkan undang-undang yang melarang pemajangan simbol-simbol agama di sekolah-sekolah, termasuk hijab. Namun Mahasiswa Universitas masih diperbolehkan memakai hijab.
Pada tahun 2010, negara itu membuat larangan penggunaan cadar dikenakan oleh minoritas kecil wanita Muslim.
Kemudian pada tahun 2016, foto petugas polisi Perancis di Perancis selatan menjadi viral setelah polisi itu meminta seorang wanita Muslim untuk membuka baju renang burkini, yaitu pakaian renang yang menutupi seluruh tubuh dan rambut.
Pendukung pembatasan pakaian religius Muslim mengatakan mereka memastikan pemisahan kehidupan beragama dan publik atau melindungi sekularisme Perancis, yang dikenal sebagai Laicite.
Namun, aktivis kebebasan sipil Muslim mengatakan pembatasan dipengaruhi oleh prasangka terhadap Muslim dan komunitas lainnya.
“Maryam Pougetoux sekali lagi menunjukkan bahwa Perancis memiliki masalah mendalam dengan minoritasnya sendiri dan bahkan lebih besar jika mereka berani berbicara di depan umum,” kata aktivis Yasser Louati.
“Berkat kontroversi ini, seluruh negeri lupa mengapa dia (Maryam) berbicara di tempat pertama dan memobilisasi para siswa yang diwakilinya,” tambahnya dilansir Al Jazeera (23/5/2018). (fath/arrahmah.com)