JAKARTA (Arrahmah.com) – Talkshow ‘3 jam melawan liberal’ yang digagas oleh Anti Liberal Movement (ALiM), diselenggarakan di Masjid Baitul Ihsan, Bank Indonesia Jakarta Ahad (22/9/2013).
Hadir pada acara itu empat pembicara.
-
Artawijaya Beliau seorang pengajar di STID Muh. Natsir serta penulis yang produktif dan beberapa buku beliau seperti Jaringan Yahudi Internasional Di Nusantara; #Indonesia Tanpa Liberal, dan lain-lain.
-
M. Pizaro NT Beliau merupakan SekJend Jurnalis Islam Bersatu (JITU), penulis buku Zionis dan Syi’ah Bersatu Melawan Islam, dll
-
Ust. Tiar Anwar Bachtiar seorang peneliti di INSISTS serta Ketua PP Pemuda Persis dan penulis atau editor buku sejarah-sejarah Islam seperti A. Hassan dll
-
Ustadz Wijaya Rahmat, Pembina Yayasan Baitul Maqdis yang aktivitasnya penanganan pemurtadan dan muallaf.
Sesi pertama diisi oleh Artawijaya yang menjabarkan secara ringkas dari buku #IndonesiaTanpaLiberal yang ditulisnya. Dia menyatakan menolak penyebutan istilah “Islam liberal’ karena Islam itu bukan liberal dan liberal bukan Islam, sehingga kedua kata itu sesungguhnya secara makna berlawan. Artawijaya pun mewanti-wanti bahwa kelompok liberal sering kali menggunakan istilah yang menunjukkan seolah-olah Islam itu tidak sempurna, tidak relevan atau tidak cocok dengan zaman hingga memerlukan koreksi atau penyesuaian. Kelompok liberal ini pun dinyatakan sebagai kelompok Islam yang paling ideal atau moderat menurut AS sebagaimana dikatakan oleh pembicara.
Sesi kedua diisi oleh Muhammad Pizaro. Dia menceritakan betapa media-media sekuler Indonesia banyak yang menganulir pemberitaan-pemberitaan tentang situasi sebenarnya yang menimpa kaum Muslim Indonesia. Seperti kasus Syi’ah di Sampang dan juga yang baru-baru ini terjadi, kasus syi’ah di Jember. Dia lalu menceritakan tentang pengeroyokan 1 orang umat Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, yang dilakukan oleh 30 orang syi’ah di Jember dan seperti biasanya, kejadian ini sepi dari pemberitaan media-media sekuler di Indonesia.
Tapi sebaliknya, ketika ada kejadian yang menimpa kaum Syi’ah, maka media-media sekuler akan ramai memberitakan. Sama halnya dengan tindakan yang dilakukan oleh Densus 88 yang mengatasnamakan gerakan anti terorisme, tapi justru Densus 88 banyak melakukan tindakan semena-mena yang dapat dikatakan sebagai teror. Seperti kejadian yang menimpa beberapa ‘tertuduh teroris’. Beberapa keluarga ‘tertuduh teroris’ mengatakan bahwa barang bukti yang diberitakan oleh media sekuler, adalah barang-barang yang diletakkan dengan sengaja oleh aparat Densus 88.
Begitu juga dengan kasus Front Pembela Islam (FPI) di Kendal. Ketika pembicara melakukan investigasi ke Kendal untuk mencari tahu kejadian yang sebenarnya, seorang preman disana mengatakan bahwa yang terjadi di Kendal adalah bentrok antara FPI dengan gerombolan preman, bukan dengan warga seperti yang diberitakan oleh media sekuler.
Sesi berikutnya pembicara Tiar Anwar Bachtiar. Sebagai praktisi sejarah Islam di Indonesia, dia banyak memberikan pengetahuan yang luar biasa mengenai perkembangan paham liberal di Indonesia. Sangat menarik apa yang dia sampaikan tentang perkembangan aliran liberal yang telah ada di Indonesia sejak lama. Salah satu tokoh yang terkenal memasukkan paham liberal dalam agama Islam di Indonesia adalah Nurcholis Madjid (Cak Nur).
Pernyataan Tiar Anwar bahwa agama Islam adalah benteng terakhir dalam melawan paham liberal ini sangat perlu untuk digaris bawahi. Ada perlawanan atas usaha percobaan memasukkan paham liberal dalam agama Islam sedangkan agama-agama lain telah terkontaminasi oleh paham liberal. Tiar menyampaikan beberapa unsur dalam paham liberal diantaranya, dari segi ekonomi adalah kapitalisme dan dari segi politik pemerintahan adalah demokrasi.
Pada sesi terakhir adalah kajian aqidah, sayangnya sesi ini sangat singkat ini. Ustadz Wijaya Rahmat secara garis besar memaparkan bahwa paham liberal dalam agama Islam adalah menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an tanpa melalui jalur yang benar. Dia mengatakan bahwa tafsir terbagi 3: Tafsir Bil Ma’sur (Tafsir dengan Al Quran/Hadits) Tafsir Bir Ra’yi (Pendapat) Tafsir Bil Isyarah (Isyarat). Sedangkan untuk menafsirkan ayat-ayat Allah yang benar adalah dengan 2 cara: Al Qur’an dengan Al Qur’an Al-Qur’an dengan Hadits
Yang dilakukan oleh tokoh-tokoh liberal (termasuk JIL) adalah merubah tafsir. Contohnya tafsir surat Al-Baqoroh (2) : 221 mengenai pernikahan beda agama: “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman…”
Ustadz Wijaya Rahmat juga mengatakan bahwa ada perbedaan dalam artian aliran dan paham sesat: 1. Aliran sesat (kelompok sesat) seperti Ahmadiyah, Lia Eden dll 2. Paham sesat (pemikiran sesat) seperti liberal, sekular dan lain-lain.
Terakhir dia berpesan bahwa untuk melawan pemurtadan, aliran-aliran sesat, dan paham-paham sesat tidak lain penawarnya adalah aqidah Islam yang kokoh, itu sebabnya mempelajari aqidah Islam adalah kebutuhan mendasar dari seorang Muslim agar tidak mengalami penyimpangan.
ALiM merupakan bagian dari One Islam Movement, sebuah organisasi yang bergerak dalam kampanye terhadap isu-isu yang sedang hangat dikalangan umat Islam Indonesia dan seluruh dunia.
Akhirnya, ingatlah selalu nasehat dari Ustadz Artawijaya, “Jangan menjadi gerakan Islam yang reaktif”. La Hawla Wa La Quwwata illa Billah. Tidak ada kekuatan yang lebih besar daripada kekuatan Allah Subhanahu wa ta’ala. Selalu berdoa, tawadhu dan rajin mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an dengan pemahaman salafus shalih. Janganlah menempatkan akal diatas nash. Dan jangan menjadi generasi anti kritik. Tidak ada perjuangan yang mudah, istiqomah dan yakinlah selalu akan pertolongan Allah begitu dekat dengan umatNya yang berjuang dijalanNya.
(azmuttaqin/gozali/arrahmah.com)