KABUL (Arrahmah.com) – Mujahidin Taliban telah menolak tawaran Kabul bulan depan di Arab Saudi yang akan mempertemukan mereka dengan para pejabat AS dengan dalih menggagas upaya perdamaian lebih lanjut, ungkap seorang pemimpin Taliban pada Minggu (30/12/2018).
Perwakilan Taliban, Amerika Serikat dan negara-negara di kawasan bertemu bulan ini di UEA untuk mengadakan pembicaraan dalam rangka mengakhiri perang 17 tahun di Afghanistan.
Tetapi Mujahidin Taliban telah menolak untuk mengadakan pembicaraan resmi dengan pemerintah Afghanistan yang didukung Barat.
“Kami akan bertemu para pejabat AS di Arab Saudi pada Januari tahun depan dan kami akan memulai pembicaraan kami yang tetap tidak lengkap di Abu Dhabi,” kata anggota Dewan Kepemimpinan pengambilan keputusan Taliban kepada Reuters.
“Namun, kami telah menjelaskan kepada semua pemangku kepentingan bahwa kami tidak akan berbicara dengan pemerintah Afghanistan.”
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid juga mengatakan para pemimpin kelompok itu tidak akan berbicara dengan pemerintah Afghanistan.
Upaya diplomatik untuk menyelesaikan konflik semakin intensif setelah perwakilan Taliban dikabarkan mulai bertemu utusan AS Zalmay Khalilzad tahun ini. Pejabat dari pihak yang bertikai telah bertemu setidaknya tiga kali untuk membahas penarikan pasukan internasional dan gencatan senjata pada 2019.
Tetapi Amerika Serikat bersikeras bahwa penyelesaian akhir harus dipimpin oleh orang Afghanistan.
Menurut data dari misi Resolute Support pimpinan NATO yang diterbitkan pada November, pemerintah Presiden Ashraf Ghani memiliki kendali atau pengaruh terhadap 65 persen populasi, tetapi hanya 55,5 persen dari 407 distrik di Afghanistan. Sementara Mujahidin Taliban mengatakan mereka mengendalikan 70 persen negara.
Seorang pembantu dekat Ghani mengatakan pemerintah akan terus berusaha untuk membangun jalur komunikasi diplomatik langsung dengan Taliban.
“Pembicaraan harus dipimpin oleh Afghanistan dan dimiliki oleh orang Afghanistan,” kata ajudan itu tanpa menyebut nama. “Adalah penting bahwa Taliban mengakui fakta ini.” (Althaf/arrahmah.com)