KABUL (Arrahmah.com) – Taliban telah menolak untuk bernegosiasi dengan tim yang diumumkan oleh pemerintah Afghanistan, menurut jurubicara kelompok tersebut.
Juru bicara Taliban (Imarah Islam Afghanistan), Zabihullah Mujahid mengatakan pada Sabtu (28/3/2020) bahwa kelompok itu tidak akan bernegosiasi dengan tim beranggotakan 21 orang karena tidak dipilih dengan cara yang memasukkan “semua faksi Afghanistan”, lansir Al Jazeera.
Pada Kamis (26/3), Kementerian Urusan Perdamaian pemerintah Afghanistan mengumumkan tim tersebut, dengan utusan khusus AS Zalmay Khalilzad memuji langkah tersebut.
Tim yang dipimpin oleh Masoom Stanekzai, mantan kepala Direktorat Keamanan Nasional dan pendukung Presiden Ashraf Ghani, termasuk politisi, mantan pejabat, perwakilan masyarakat sipil -di antara mereka terdapat lima orang wanita.
AS menandatangani perjanjian penarikan pasukan dengan Taliban pada Februari. Tetapi kemajuan untuk negosiasi antara Imarah Islam Afghanistan (IIA) dan pemerintah Afghanistan telah tertunda oleh perselisihan di antara para politisi Afghanistan.
Negosiasi juga telah tertunda karena ketidaksepakatan antara IIA dan pemerintah atas pembebasan tahanan dan kemungkinan gencatan senjata sebagai prasyarat untuk pembicaraan lebih lanjut.
Mujahid mengatakan fakta bahwa tim diumumkan oleh pemerintah Afghanistan telah “melanggar” perjanjiannya dengan AS dan bahwa tidak semua pihak setuju dengan tim tersebut.
“Untuk mencapai perdamaian sejati dan abadi, tim tersebut harus disetujui oleh semua pihak Afghanistan yang efektif sehingga dapat mewakili semua pihak,” katanya.
Sebagai tanggapan, Najia Anwari, juru bicara Kementerian Perdamaian, mengklaim: “Tim ini dibuat setelah berkonsultasi luas dengan berbagai lapisan masyarakat Afghanistan.”
Saingan politik Ghani, Abdullah Abdullah belum mengonfirmasi apakah ia akan mendukung delegasi itu, langkah yang menurut para diplomat penting karena pengaruh kuat Abdullah di utara dan barat negara itu.
Juru bicara Abdullah pada Jumat (27/3) menolak untuk mengonfirmasi atau menyangkal apakah dia akan mendukung tim. Baik juru bicara dan kedutaan AS tidak segera menanggapi permintaan komentar oleh media.
Ghani dan Abdullah mengklaim sebagai pemimpin sah Afghanistan setelah sengketa pemilihan bulan September.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo gagal menengahi antara kedua pemimpin untuk menciptakan pemerintahan “inklusif” selama kunjungan satu hari ke Kabul pada hari Senin.
Menyusul kegagalannya untuk memecahkan kebuntuan politik, Pompeo mengumumkan pemotongan bantuan senilai 1 miliar USD ke Afghanistan, yang katanya dapat dibatalkan. (haninmazaya/arrahmah.com)