KABUL (Arrahmah.id) – Taliban telah meminta bantuan internasional setelah gempa bumi magnitudo 6,1 menghancurkan wilayah provinsi Paktika.
Pejabat setempat mengonfirmasi lebih dari 1.000 orang tewas dan sekitar 1.500 lainnya terluka.
PBB sedang berjuang untuk menyediakan tempat penampungan darurat dan bantuan makanan.
Upaya penyelamatan telah terhambat oleh hujan lebat dan hujan es.
Gempa ini paling mematikan yang melanda negara itu dalam dua dekade, menjadi tantangan besar bagi Taliban yang mendapatkan kembali kekuasaannya tahun lalu setelah pemerintah yang didukung Barat runtuh.
Getaran gempa bumi juga terasa hingga ke Pakistan dan India. Para saksi mata mengaku merasakan gempa di Ibu Kota Afghanistan; Kabul, dan Ibu Kota Pakistan; Islamabad.
“Sayangnya, pemerintah berada di bawah sanksi sehingga secara finansial tidak dapat membantu rakyat sejauh yang dibutuhkan,” kata Abdul Qahar Balkhi, seorang pejabat senior Taliban, seperti dikutip BBC (23/6/2022).
“Badan-badan bantuan internasional membantu, negara-negara tetangga, negara-negara regional, dan negara-negara dunia telah menawarkan bantuan mereka yang kami hargai dan sambut baik,” ujarnya.
“Bantuan perlu ditingkatkan ke tingkat yang sangat besar karena ini adalah gempa bumi dahsyat yang belum pernah dialami dalam beberapa dekade.”
Jumlah orang yang terjebak di bawah reruntuhan belum diketahui.
Pekerja kesehatan dan bantuan mengatakan operasi penyelamatan sangat sulit karena hujan lebat.
Di daerah terpencil, helikopter telah mengangkut korban ke rumah sakit. PBB dan badan-badan bantuan di negara tetangga Pakistan membantu upaya kemanusiaan, yang mencakup penempatan tim medis dan penyediaan pasokan medis.
Para warga di kota Sharan, ibu kota provinsi Paktika, mengantre untuk mendonorkan darah kepada korban gempa yang dirawat di rumah sakit.
Salah satu lembaga bantuan kemanusiaan, Intersos, menyatakan siap mengirimkan tim medis darurat yang terdiri dari dua ahli bedah, seorang ahli anestesi, dan dua perawat. Sebagian besar korban sejauh ini berada di distrik Gayan dan Barmal di Paktika.
Hal itu disampaikan seorang dokter setempat kepada BBC. Seluruh desa di Gayan dilaporkan telah dihancurkan.
“Ada suara gemuruh dan tempat tidur saya mulai bergetar,” kata salah satu korban selamat, Shabir, kepada BBC.
“Langit-langit [rumah] jatuh. Saya terjebak, tapi saya bisa melihat langit. Bahu saya terkilir, kepala saya sakit tapi saya keluar. Saya yakin tujuh atau sembilan orang dari keluarga saya, yang berada di ruangan yang sama dengan saya, sudah meninggal,” ujarnya.
Berbicara kepada BBC, seorang dokter di Paktika mengatakan para pekerja medis termasuk di antara para korban.
“Kami tidak memiliki cukup orang dan fasilitas sebelum gempa, dan sekarang gempa telah merusak sedikit yang kami miliki,” katanya.
“Saya tidak tahu berapa banyak rekan kami yang masih hidup.”
Komunikasi setelah gempa sulit karena kerusakan pada menara telepon seluler dan jumlah korban tewas masih bisa bertambah. (hanoum/arrahmah.id)