KABUL (Arrahmah.com) – Dalam suasana kepanikan setelah serangan bom mematikan pekan lalu oleh militan Islamic State Khurasan Province (ISKP) di bandara internasional Kabul, pasukan Amerika Serikat (AS) menembak dan membunuh warga sipil secara acak, kata juru bicara Taliban.
“Sebuah laporan yang kami terima mengindikasikan bahwa tentara AS menembaki kerumunan setelah serangan di bandara Kabul. Ada banyak orang di sana. Oleh karena itu, warga sipil – termasuk perempuan dan anak-anak – terbunuh,” kata jubir Taliban Zabihullah Mujahid kepada Anadolu Agency (30/8/2021)
Mujahid mengungkapkan mereka yang beroperasi di bawah ISKP di negara tersebut tak berasal dari Irak atau Suriah, tapi mereka orang Afghanistan yang menggabungkan dirinya dengan Islamic State (ISIS).
Dia mengatakan tak ada alasan tersisa bagi organisasi itu untuk berperang setelah penarikan penuh pasukan asing dari negara tersebut dan pembentukan pemerintahan baru,
Dia menambahkan bahwa anggota Taliban berhasil memberikan keamanan dan dapat mengatasi kelompok-kelompok seperti ISKP.
Meninggalkan perang 20 tahun di belakang, Taliban mampu mengumpulkan intelijen yang tepat dan akurat, kata Mujahid, sambil menambahkan bahwa mereka tidak memerlukan dukungan dari negara mana pun dalam melawan ISKP.
Ketika ditanya tentang keberadaan pemimpin Taliban Mullah Hibatullah Akhundzada, yang telah bersembunyi selama bertahun-tahun dan tidak membagikan rekaman visual atau audio, Mujahid mengatakan dia berada di Kandahar, selatan Afghanistan.
“Nama pemimpin kami tidak ada dalam daftar hitam global. Karena itu, tidak ada bahaya baginya. Hibatullah Akhundzada saat ini sedang mengadakan beberapa pertemuan di Kandahar,” tutur dia.
Pernyataan ini menandai pertama kalinya Taliban mengkonfirmasi lokasi pemimpin mereka di Afghanistan.
‘Kita bisa kendalikan Panjshir dalam waktu dekat’
Mujahid mengatakan negosiasi terus berlanjut dengan pemimpin Tajik Ahmad Massoud, yang menolak menyerahkan provinsi Panjshir Afghanistan kepada Taliban.
Menekankan mereka tidak menginginkan konflik di Panjshir, dia menjelaskan, “Kami tidak ingin berperang. Kami mendukung negosiasi. Jika negosiasi gagal, daerah di sekitar Panjshir sudah dikelilingi oleh pasukan Taliban. Jika kami mau, kami bisa merebutnya dalam waktu yang sangat singkat.”
Dia juga mengatakan bahwa upaya sedang berlangsung untuk membentuk pemerintahan yang inklusif.
“Hak setiap orang akan diperhatikan dalam pemerintahan ini,” pungkas dia. (hanoum/arrahmah.com)