KABUL (Arrahmah.com) – Pakar pembuat bom di Helmand memelopori bom jenis baru yang “tidak bisa dilihat”, yang dibuat dengan karbon dan kaca, yang lebih baik daripada ranjau yang berbentuk piringan dan paku.
Salah seorang perwira tinggi Inggris di Afganistan memperingatkan bahwa mujahidin Taliban sudah mulai memproduksi bom dengan kandungan logam yang rendah dan meminta pasukan internasional agar lebih cerdas di medan perang musim panas ini. Dengan kata lain, taktik baru Taliban tidak lagi memungkinkan militer Inggris untuk menggunakan metal detector pada saat melacak keberadaan bahan peledak tersebut.
Dua puluh dua orang tentara Inggris tewas terbunuh pada bulan Juli lalu– bulan paling mematikan sejak operasi dimulai pada 2001. Sembilan belas orang dari tentara itu meninggal akibat ledakan mujahidin Taliban.
Kementerian Pertahanan (MoD) mengatakan 57 orang tentara mengalami luka-luka pada dua minggu pertama bulan yang lalu, sewaktu mereka harus menghadapi ledakan bom yang ada hampir setiap harinya.
“Mereka sangat mahir,” kata Letnan Kolonel Andrew Duncan, salah seorang pejabat tinggi dalam NATO.
“Sebelumnya lebih suka pada sasaran tunggal, namun saat ini mereka menggunakan senjata tersebut untuk sasaran yang lebih banyak. Mereka benar-benar pintar. Mereka kemungkinan akan tetap meletakkan bom sebelumnya, namun menambahkannya dengan bom baru yang tidak terlihat untuk menangkap sasaran yang lolos dari jebakan pertama.”
Seorang juru bicara oleh Organisasi Anti IED AS, yang berpangkalan di Washington DC, mengatakan lebih dari 20 bom sudah ditemukan di satu lokasi. Kebanyakan alat peledak di Helmand adalah berbentuk piringan yang akan meledak jika terkena tekanan.
Sebelumnya, mujahidin menaruh paku, mur dan baut di atas bahan peledak itu untuk menambah pecahan mortir. Namun, logam yang dipendam di bawah tanah itu membuat bom lebih mudah ditemukan dan dijinakkan oleh para tentara.
Sekarang mujahidin mulai menggunakan memakai tangkai karbon yang sangat kecil.
NATO mengklaim bahwa mereka telah menemukan bom Taliban 20% lebih banyak daripada sebelumnya. Dan untuk menemukan masing-masing detonator, 15-20% pasukannya harus mengalami cedera, kata Duncan. (Althaf/ns/arrahmah.com)