BEIJING (Arrahmah.id) — Menteri Luar Negeri Taliban, Amir Khan Muttaqi, kunjungi Cina untuk menggarap proyek pertambangan raksasa yang bernilai 1 triliun dolar AS atau sekitar Rp 14.000 triliun.
Investasi di Afghanistan kemungkinan akan menjadi agenda utama selama pertemuan mendatang antara menteri luar negeri tetangga negara itu, kata para ahli.
“Taliban dengan penuh semangat mencari investasi Cina di pertambangan, terutama tambang tembaga Mes Aynak, kata Hekmatullah Zaland, Direktur Eksekutif Pusat Studi Strategis dan Regional di Kabul, kepada Arab News (30/3/2022).
Dilaporkan, Taliban menaruh banyak harapan dalam dukungan ekonomi Cina ke Afghanistan.
Seperti dilansir Pajhwok Afghan News (30/3), sumber daya mineral Afghanistan diperkirakan bernilai $ 1 triliun dan belum digali di tengah dekade kekerasan.
Mes Aynak, 40 km tenggara Kabul, mengandung deposit tembaga terbesar di negara itu, diperkirakan bernilai puluhan miliar dolar AS.
Sementara Cina, seperti negara lain, belum mengakui Taliban,
Zaland menambahkan bahwa harapan mengenai forum regional yang akan datang juga disematkan pada dukungan politik Beijing.
“Taliban juga mencari dukungan politik Cina secara internasional, sebagai negara yang memiliki pengaruh terhadap tetangga Afghanistan pada khususnya,” katanya.
Analis politik Abdul Hai Qanit juga mengatakan bahwa menarik investasi adalah salah satu prioritas utama otoritas Afghanistan.
“Mereka akan berharap untuk meyakinkan Cina agar lebih banyak berinvestasi di Afghanistan. Cina juga bertujuan untuk ini,” katanya kepada Arab News.
Ia menambahkan, negara-negara kawasan lainnya juga melakukan upaya untuk meningkatkan konektivitas dan keamanan kawasan.
“Negara-negara tetangga menyadari bahwa Afghanistan yang stabil dan terhubung akan meningkatkan integrasi regional dan pembangunan ekonomi,” katanya.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan awal pekan ini bahwa dengan menjadi tuan rumah pertemuan ketiga para menteri luar negeri tetangga Afghanistan,
“Cina berharap untuk mengumpulkan lebih banyak konsensus tentang masalah Afghanistan dari negara-negara tetangga” untuk bersama-sama menstabilkan negara.
Dia juga mengatakan bahwa Beijing berharap untuk “bekerja di pihak Afghanistan untuk membangun struktur politik yang terbuka dan inklusif.”
Karena pemerintah Taliban masih kurang mendapat pengakuan internasional, pertemuan mendatang mungkin tidak membawanya dari pihak Cina.
“Dari sudut pandang China, waktu untuk pengakuan belum tiba,” Torek Farhadi, mantan penasihat pemerintah Afghanistan, mengatakan kepada Arab News.
“China menginginkan pemerintahan yang inklusif di Kabul dan melihat stabilitas jangka panjang dimungkinkan dengan cara ini.” (hanoum/arrahmah.id)