KABUL (Arrahmah.id) — Taliban pada hari Ahad (19/2/2023) mengatakan mereka sedang mengusahakan untuk mengubah bekas pangkalan militer asing di Afghanistan menjadi pusat-pusat bisnis dan perdagangan khusus untuk mendorong “pertumbuhan dan pembangunan ekonomi” di negara yang dilanda perang itu.
Mullah Abdul Ghani Baradar, wakil perdana menteri Taliban untuk urusan ekonomi, memimpin pertemuan di ibu kota, Kabul, dan mengarahkan pejabat terkait untuk melanjutkan rencana tersebut, kata kantornya.
“Setelah diskusi secara menyeluruh, diputuskan bahwa Kementerian Perindustrian dan Perdagangan harus secara bertahap menguasai pangkalan militer yang tersisa dari pasukan asing dengan maksud mengubahnya menjadi zona ekonomi khusus,” demikian isi pernyataan tersebut, dikutip dari VOA (20/2).
Kemudian disebutkan juga tanpa rincian lebih lanjut bahwa “operasi percontohan” akan mulai mengubah pangkalan di Kabul dan provinsi Balkh di Afghanistan utara.
“Ya, Bagram termasuk di antara pangkalan militer yang diubah menjadi zona ekonomi khusus di dalam rencana yang diumumkan hari ini,” kata kepala juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, kepada VOA, ketika ditanya mengenai status bekas fasilitas militer luas yang dulu dikelola oleh Amerika Serikat itu.
Bagram, yang terletak sekitar 70 kilometer di utara Kabul, selama hampir 20 tahun berfungsi sebagai pusat kegiatan misi kontraterorisme AS melawan operasi al-Qaida di Afghanistan dan operasi militer melawan pemberontak Taliban.
Uni Soviet membangun Pangkalan Udara Bagram pada tahun 1950 dan menggunakannya selama pendudukan Soviet di Afghanistan antara tahun 1979 dan 1989.
Taliban kesulitan meningkatkan perekonomiannya sejak kembali berkuasa pada Agustus 2021 ketika pasukan AS dan NATO ditarik setelah hampir selama dua dekade berperang melawan Taliban dan sekutu al-Qaida mereka di Afghanistan.
Pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban telah mendorong AS dan negara-negara Barat lainnya untuk menghentikan aliran dana pembangunan ke perekonomian Afghanistan yang sangat bergantung pada bantuan. Negara-negara itu juga memblokir akses bank sentral Afghanistan ke aset-asetnya yang berada di luar negeri, mengisolasi sektor perbankan, dan dengan tegas memberlakukan sanksi kepada para pemimpin Taliban atas dugaan hubungan mereka dengan terorisme.
Langkah-langkah hukum itu mendorong ekonomi Afghanistan ke jurang dan memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah sejak awal dalam kondisi buruk akibat perang selama puluhan tahun dan kemarau panjang di negara yang dilanda kemiskinan itu.
Meski demikian, para pejabat Taliban mengatakan bahwa langkah-langkah antikorupsi yang efektif dan fokus meningkatkan investasi dan perdagangan dengan negara-negara tetangga dan kawasan telah membuat mereka mampu menahan kemerosotan ekonomi.
Bulan lalu, Bank Dunia juga menyampaikan penilaian positif ekonomi Afghanistan yang mengejutkan dalam sembilan bulan pertama tahun fiskal 2022. Bank Dunia menyebut tingkat ekspor yang tinggi, nilai tukar yang stabil dan pengumpulan pendapatan yang kuat di bawah pemerintahan Taliban.
Komunitas internasional menolak memberikan legitimasi kepada penguasa de facto Kabul itu, karena alasan kontraterorisme dan hak asasi manusia. (hanoum/arrahmah.id)