NAIROBI (Arrahmah.com) – Kenya tengah menguatkan diri untuk menghadapi tantangan keamanan, pasca bentrokan akhir pekan lalu antara Al Shabab Mujahidin dengan Hizbul Islam yang terjadi beberapa meter dari wilayahnya.
Bentrokan yang terjadi pada Sabtu (5/12) antara kedua kubu di kota Dhobley, sekitar dua kilometer dari perbatasan, telah menyebabkan agen keamanan lokal terjebak dalam lingkaran pertempuran. Hal itu terjadi hanya dua hari setelah delapan anggota Hizbul Islam ditangkap pada saat mencoba untuk memasuki Kenya melalui wilayah Lamu.
Pengamanan Ketat
Akibatnya, agen keamanan segera meningkatkan status keamanannya pada siaga tingkat setelah berhentinya bentrokan antara kedua milisi yang memiliki kesamaan ideologi tersebut, yakni menjatuhkan Pemerintah Federal Transisi Sharif Sheikh Ahmed yang mereka pandang sebagai kaki tangan dari pemerintah Washington yang dipimpin oleh Barrack Obama.
Kenya mengklaim bahwa kondisi seperti ini membuat Kenya terlilit kesengsaraan. Nairobi menyatakan rasa simpatinya terhadap rezim Mogadishu yang tengah goyah, dan kehilangan tiga menteri dalam serangan bom bunuh diri pekan lalu pada upacara wisuda mahasiswa kedokteran.
Namun Kenya ketakutan bahwa kondisi keamanan yang tidak stabil itu menjadi lahan subur bagi kegiatan ‘terorisme’, sebagaimana kasus pemboman kedutaan besar Amerika di Nairobi pada tahun 1998 sebelum serangan mematikan yang serupa yang menargetkan orang-orang Israel empat tahun kemudian di Hotel Kikambala Pradise, di Malindi yakni pada tahun 2002.
Namun menteri keamanan Kenya, Francis Kimemia, segera meyakinkan dan menjamin keamanan warga negara asing mengikuti meningkatnya ketakutan akan hal serupa dalam beberapa hari yang akan datang.
“Tetangga Kenya sedang tidak aman. Namun perbatasan telah diamankan. Kami tidak ingin mereka masuk dan bersembunyi di kamp-kamp pengungsian,” kata Kimema pada The Luvei Times.
Beberapa pihak yakin bahwa di Kenya telah menjadi tempat berkembangnya sel-sel Al-Qaidah setelah munculnya tiga tersangka teror paling dicari di Kenya dalam daftar FBI, di antaranya terdapat nama Syaikh Ahmed Salim Sweden dan Fazul Abdullah Mohammed. Mereka diduga telah membantu dalam mengoperasikan Al-Qaidah di wilayah Afrika Timur.
Berbeda dengan Kimema. Kekhawatiran terhadap masuknya Al Shabab ini ditepis oleh kepala operasi polisi, Julius Ndegwa, yang yakin bahwa Al Shabaab tidak memiliki kemampuan untuk mengacaukan Kenya. (althaf/ansr/arrahmah.com)