YOGYAKARTA (Arrahmah.com) – Jangan salah, bukan hanya aktivitas dakwah yang perlu melakukan kaderisasi, tetapi dalam urusan aksi dzolim mendzolimi rakyat yang dilakukan pejabat pun demikian. Pasalnya para koruptor juga melakukan kaderisasi dan terus meningkatkan kemampuan, demikian yang diungkapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas.
“Ingat koruptor itu juga melakukan kaderisasi dan selalu melakukan advance training,” ungkap Busyro di Yogyakarta, Sabtu (17/9/2011).
Selain melakukan intensif melakukan kaderisasi dan advance training, mereka juga punya instruktur-instruktur handal yang bisa mengasah kemampuan kader-kader koruptor muda. Menurut Busyro dari sisi kemampuan juga sangat meyakinkan. Tempat training juga bukan di tempat ibadah atau hotel-hotel kelas melati. Melainkan di hotel-hotel mewah atau hotel berbintang.
“Pesertanya adalah kandidat koruptor muda. Nanti akan kita klasifikasi berdasarkan umurnya,” katanya.
Dia menambahkan dalam kasus korupsi di daerah-daerah, kebanyakan dilakukan oleh bupati dan DPRD. Modusnya ketua DPRD memanggil bupati untuk melakukan perubahan pos anggaran.
“Itu salah satu caranya. Jadi kalau dalam pilkada di daerah itu yang menang bukan bupati terpilih tapi cukong anggaran dan cukong politik, karena merekalah yang mengatur,” katanya.
Menanggapi kebobrokan moral politisi dan pelaku hukum di Indonesia, Busyro juga menyoroti perilaku para pengacara yang tidak professional dan lebih cenderung membela yang punya uang dibandingkan membela yang benar. Para pengacara dalam menangani kasus seringkali mengumpulkan saksi-saksi untuk memberikan kesaksian seperti yang diinginkan.
“Kalau sudah seperti itu mereka hanya jadi jongos kliennya. Yang seperti inilah yang sering mengacaukan penegakan hukum di Indonesia,” pungkas Busyro.
Kecintaan para pemimpin dan pelaku hukum di Indonesia terhadap dunia, dan seolah takpernah peduli akan adanya Hari Penghisaban, adalah wajah buruknya aqidah dan akhlak para petinggi. Kalau sudah begini, masih adakah seseorang yang layak dipilih menjadi pemimpin jika mereka dengan narsisnya menggunakan uang sebagai tujuan menduduki jabatan dan cara untuk menyuap ‘para pemilihnya’? Wallohua’lam. (dns/arrahmah.com)