LONDON (Arrahmah.id) — Seorang pelajar Muslim, Thaher Tarawneh (12) merasa ketakutan usai salah seorang staf sekolah memaksanya berhenti sholat. Saat itu, Thaher terpaksa shalat di salah satu sudut sekolahnya di daerah Ealing, London.
Biasanya, Thaher shalat di ruang khusus shalat. Namun, ruangan itu ditutup. Karena itu, dia dan beberapa teman sekelasnya memutuskan untuk shalat di luar.
Thaher mengaku, salah seorang staf sekolah memintanya untuk berhenti dan menarik bajunya.
“Kami dipanggil oleh guru yang bersangkutan hari itu dan dia menjelaskan bahwa dia adalah seorang Muslim dan bahwa Thaher tidak boleh shalat di sana. Kami mencoba mendidik anak-anak kami untuk memiliki keyakinan tertentu dan tidak boleh ada anggota staf yang mencoba menantang mereka,” kata Ayah Thaher, Muhammed Tarawneh, dilansir dari laman Metro, Selasa (8/2/2022).
“Sepengetahuan saya, anak-anak lain melarikan diri karena mereka takut dengan teriakan anggota staf ini,” tambahnya.
Thaher paham tidak bisa menghentikan shalat begitu saja kecuali ada sesuatu yang mendesak.
“Jadi, anggota staf ini menyela anak saya ketika shalat dan menganiaya anak saya, itu tidak dapat diterima,” lanjutnya.
Keluarga Thaher mempertimbangkan untuk memindahkan anaknya dari sekolah tersebut. Mereka percaya, perlakuan tersebut merupakan salah satu bentuk diskriminasi.
Yang membuat kecewa, permintaan keluarga Thaher agar bisa melihat rekaman kamera CCTV ditolak pihak sekolah.
Seorang kerabat keluarga Thaher, Elizabeth Znider mengklaim kepala sekolah menyatakan pelaksanaan shalat di siang hari merupakan pelanggaran.
“Itu tidak masuk akal karena mereka memiliki ruang shalat, tiga perempat dari murid sekolah adalah Muslim dan merupakan persyaratan hukum untuk dapat mempraktikkan agama Anda dengan bebas,” kata dia.
“Ibu Thaher telah menerima pujian tentang betapa cerdas dan cemerlang anaknya dan sekarang tiba-tiba berubah dan tindakan shalat ini dibuat menjadi tindakan pembangkangan,” lanjutnya.
Menurut situs web Ark Soane Academy, semua anggota komunitas mereka diharapkan untuk menunjukkan rasa hormat terhadap orang lain dan perasaan, pendapat, budaya, dan hak mereka untuk menjadi individu, dengan perundungan dalam bentuk apa pun tidak ditoleransi.
Menurut Tarawneh, ketika Thaher kembali ke rumah, dia menangis dan ketakutan.
“Awalnya saya menuntut kepala sekolah berdiri di sisi kebenaran dan berkomunikasi secara profesional bahkan jika itu berarti melawan stafnya sendiri, tetapi kami sedang mempertimbangkan untuk menariknya dari sekolah,” kata Tarawneh. (hanoum/arrahmah.id)