JAKARTA (Arrahmah.com) – Sejak tanggal 2 Juli 2011 Kerajaan Arab Saudi akan menghentikan pengeluarann visa kerja bagi pekerja rumah tangga untuk Indonesia dan Filipina. Hal tersebut terkait keputusan Arab Saudi untuk tak mempekerjakan lagi buruh migran asal Indonesia dan Filipina karena Arab saudi menilai pemerintah kedua negara memberlakukan persyaratan yang ketat dan tidak adil.
“Kementerian Tenaga Kerja Arab Saudi berhenti mengeluarkan visa kerja bagi pekerja rumah tangga untuk Indonesia dan Filipina sejak Sabtu, 2 Juli 2011,” kata juru bicara Departemen Tenaga Kerja Arab Saudi, Hattab Bin Saleh Al-Anzi, kepada media setempat, Rabu (29/6/2011).
Al-Anzi mengatakan agen perekrut tenaga kerja Saudi akan merekrut pekerja domestik, termasuk pembantu rumah tangga, dari negara lain selain Indonesia dan Filipina.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia melarang warganya menjadi pembantu rumah tangga di Arab Saudi usai eksekusi mati tenaga kerja wanita Indonesia, Ruyati binti Sapubi. Larangan tersebut mulai diberlakukan pada 1 Agustus 2011 sampai Pemerintah Arab Saudi setuju menandatangani nota kesepahaman itu demi melindungi hak-hak buruh migran Indonesia di sana.
Hattab Bin Saleh Al-Anzi mengatakan saat ini Arab Saudi telah menjalin kerja-sama dengan negara lain untuk memenuhi kekurangan pembantu rumah tangga setelah penghentian perekrutan buruh migran dari Indonesia maupun Filipina. Di antaranya, dari Bangladesh, Ethiopia, India, Nepal, Eritrea, Sri Lanka, Mali, dan Kenya.
Arif Jamal, agen perekrutan tenaga kerja asal Indonesia untuk Saudi, mengatakan keputusan Arab Saudi menghentikan pemberian visa bagi pekerja migran perempuan Indonesia akan menutup semua pintu perundingan. Keputusan Arab Saudi ini berlaku untuk menunda perekrutan pekerja migran perempuan dari Filipina setelah negara itu juga mengajukan beberapa persyaratan yang ketat pada perekrutan pembantu rumah tangga.
Sementara itu, atase tenaga kerja Kedutaan Filipina di Riyadh, Albert T. Valenciano, menyatakan kesedihannya dan tidak percaya atas keputusan Kerajaan Arab Saudi tersebut. Valenciano mengatakan Kedutaan Filipina telah mengirim draft catatan untuk Kementerian Luar Negeri Saudi pada 19 Juni yang meminta agar digelar pertemuan tindak lanjut bersama, tapi belum ditanggapi Pemerintah Saudi.
Berdasarkan data Pemerintah Filipina, sebanyak 1,2 juta warganya bekerja di Arab Saudi dan sekitar 15 persen atau 180.000 di antaranya adalah pekerja domestik seperti pembantu dan sopir. Adapun tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi lebih dari satu juta jiwa, sebagian besar sebagai pembantu rumah tangga.
Hilang satu, seribu berganti. Mungkin itu yang dipikirkan pemerintah Arab Saudi. Tak mau ambil pusing dengan nota kesepakatan toh masih banyak negara lain yang mau mengirimkan warganya. Dengan banyaknya kasus yang terus muncul ke permukaan sungguh aneh jika masih ada negara yang “nekat” kirim rakyatnya untuk bekerja tanpa kerjasama perlindungan yang jelas. (ans/rasularasy)