GROZNY (Arrahmah.id) — Kepala Republik Chechnya Ramzan Kadyrov telah mengecam para pemimpin Muslim atas kegagalan mereka menangani berbagai insiden pembakaran Al Quran di Barat. Dia bersumpah untuk melakukan yang terbaik untuk “membereskan” pelakunya setelah berakhirnya konflik Ukraina.
Dalam sebuah pernyataan di Telegram, Kadyrov mengatakan bahwa penodaan kitab suci Islam yang terus berlanjut di Eropa menimbulkan “tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya” bagi dunia Muslim, dan bahwa aksi tersebut “dapat diprediksi membawa situasi ke titik tidak dapat kembali lagi.”
“Di mana para pemimpin negara Muslim saat ini? Mengapa mereka membiarkan Kitab Suci kita dilanggar secara terbuka dan tidak mengambil langkah signifikan untuk melindungi umat Islam dan agama Islam? Apakah mereka benar-benar lebih takut akan reaksi dan sanksi Amerika dan Eropa daripada murka Allah SWT?” kata Kadyrov sebagaimana dilansir RT (20/8/2023).
“Ketika kami selesai dengan Ukraina, kami akan pergi ke negara-negara yang telah menodai Al Quran,” kata Kadyrov, menambahkan bahwa ada banyak Muslim di Rusia yang tidak akan mengabaikan insiden tersebut.
Dia ingat bahwa sekira 10.000 pejuang Chechnya sekarang beraksi di Ukraina, dengan 15.000 lainnya siap untuk terjun ke medan perang.
“Ada tiga puluh, empat puluh, lima puluh ribu sukarelawan lagi. Kami memiliki senjata, alat berat… Kami akan menunjukkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky apa yang terjadi jika dia menjual bangsanya. Dan kami akan menunjukkan konsekuensinya kepada mereka yang mendukung semua ini,” katanya.
Kadyrov melanjutkan dengan mengatakan bahwa jika “para hamba Setan” tidak dihentikan, “besok mereka akan berada di masjid kita.”
“Mereka akan mengindoktrinasi anak-anak kita bahwa doa itu tidak modis dan mengubah rakyat kita menjadi konsumen tak berwajah yang membuat dolar menjadi tuhan mereka,” katanya.
Dalam beberapa minggu terakhir, Denmark dan Swedia telah menyaksikan serangkaian protes publik di mana para aktivis anti-Muslim menodai Al Quran, yang memicu kemarahan di antara umat Islam di seluruh dunia.
Sementara kedua negara Nordik menyesalkan insiden tersebut, mereka mengatakan bahwa mereka tidak dapat mencegahnya, dengan alasan kebebasan berekspresi. Namun, menghadapi tekanan balik dan risiko keamanan yang meningkat, baik Kopenhagen maupun Stockholm telah mengisyaratkan kesiapan untuk mengatasi masalah tersebut.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengutuk pembakaran Al Quran sebagai “kejahatan” dan upaya untuk menghasut perpecahan sektarian.(hanoum/arrahmah.id)