BAGHDAD (Arrahmah.com) – Presiden Prancis Emmanuel Macron menegaskan bahwa Prancis akan terus mengerahkan pasukan di Irak untuk memerangi militan Islamic State (ISIS) meskipun Amerika Serikat (AS) menarik diri dari Irak.
“Tidak peduli pilihan apa yang dibuat AS, kami akan mempertahankan kehadiran kami di Irak untuk memerangi ISIS,” kata Macron saat konferensi pers di Bagdad pada Sabtu (28/8/2021).
Macron menghadiri pertemuan puncak keamanan regional yang bertujuan untuk meredakan ketegangan di Timur Tengah dan menekankan peran Irak sebagai mediator.
“Kami memiliki kapasitas operasional untuk memastikan kehadiran ini,” katanya, dilansir dari AP.
Menanggapi situasi Afghanistan, Macron mengatakan pihaknya sedang berusaha untuk melakukan pembicaraan dengan Taliban terkait evakuasi.
“Kami sedang dalam proses mengadakan diskusi, yang masih rapuh dan sementara, dengan Taliban mengenai evakuasi kemanusiaan untuk memulangkan pria dan wanita Afghanistan yang berisiko,” kata Macron.
Sejauh ini, Prancis dilaporkan telah mengevakuasi 2.834 orang dari Afghanistan sejak 17 Agustus.
Evakuasi direncanakan bersama dengan Qatar dan mungkin melibatkan operasi pengangkutan udara.
Qatar memiliki kontak yang baik dengan Taliban sejak Doha menjadi tuan rumah kantor politik Taliban yang merundingkan penarikan pasukan AS dari Afghanistan.
Sebelumnya, pada Jumat (27/8), Macron mengatakan kepada Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhemi bahwa militan ISIS tetap menjadi ancaman bersama.
“Kita semua tahu bahwa kita tidak boleh menurunkan kewaspadaan kita, karena ISIS tetap menjadi ancaman, dan saya tahu bahwa perang melawan kelompok-kelompok ini adalah prioritas pemerintah Anda,” kata Macron.
Membalas pernyataan Macron, Al Kadhemi menyebut Prancis sebagai mitra kunci bagi Baghdad dalam perang melawan kelompok militan.
Diketahui, Prancis memiliki sekitar 160 tentara yang ditempatkan di Irak yang dikerahkan di sana di bawah Operasi Chammal pada tahun 2014.
Prancis melakukan serangkaian serangan udara terhadap pasukan ISIS di Irak dan Suriah antara 2014 dan 2017, dan mengambil bagian dalam operasi 2016 untuk membebaskan kota Irak, Mosul.
Irak dan Prancis memiliki hubungan yang bergejolak dalam beberapa dekade terakhir, dengan Paris mendukung Irak selama perang agresi Saddam Hussein terhadap Iran pada 1980-an, tetapi kemudian mengambil bagian dalam intervensi koalisi pimpinan AS di Kuwait dan Irak pada 1990-1991. (hanoum/arrahmah.com)