NAPYITAW (Arrahmah.com) – Ratusan ribu orang kembali menlancarkan protes di jalan-jalan kota besar Myanmar sebagai bagian dari pemogokan sipil menyerukan penolakan terhadap kudeta militer pada Senin (22/2/2021).
Dilansir BBC (22/2), semua sektor bisnis tutup karena pemilik dan karyawan bergabung dalam pemogokan. Para pengunjuk rasa tidak terpengaruh oleh pernyataan militer.
Pemerintah junta sebelumnya telah memperingatkan akan mengambil langkah ekstrem, di mana demonstran mungkin akan kehilangan nyawanya.
Warga sipil Myanmar telah menggelar protes berminggu-minggu setelah kudeta militer pada 1 Februari.
“Para pengunjuk rasa sekarang menghasut orang-orang menggunakan cara konfrontasi, yang dapat membuat mereka menderita kehilangan nyawa,” kata sebuah pernyataan pada penyiar MRTV yang dikelola negara, memperingatkan demonstran terhadap kerusuhan dan kekerasan yang bisa terjadi.
Peringatan tersebut muncul setelah setidaknya dua orang tewas dalam protes pada Ahad (21/2).
Ancaman pada pengunjuk rasa kemarin merupakan kekerasan terparah dalam lebih dari dua minggu demonstrasi.
Para pemimpin militer menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi dan menempatkannya dalam tahanan rumah.
Pemimpin de facto Myanmar itu dituduh memiliki walkie-talkie ilegal dan melanggar Undang-Undang Bencana Alam negara itu.
Para pengunjuk rasa menuntut diakhirinya aksi militer dan ingin Suu Kyi dibebaskan bersama dengan anggota senior partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinannya. Tekanan asing terhadap para pemimpin militer juga tinggi.
Pengunjuk rasa mengibarkan bendera dan menyorakan slogan protes. Media lokal telah mengunggah gambar kerumunan besar-besaran yang berkumpul di berbagai bagian negara.
Thompson Chau, editor outlet media lokal Frontier, mengatakan protes hari Senin terasa jauh lebih besar daripada sebelumnya. “Lebih banyak jalan yang diblokir, jalan raya diblokir dan toko-toko tutup ke mana pun kita pergi,” katanya kepada BBC World Service.
Menurutnya demo, Senin ini lebih nyata merupakan pemogokan besar. Arti setiap orang tidak akan bekerja dan semua toko tutup. Bahkan warga yang bekerja untuk perusahaan resmi negara, pelaporan dan departemen pajak, dokter pemerintah hingga insinyur, semuanya melakukan pemogokan.
Protes Senin (22/2), dijuluki “Revolusi 22222” karena berlangsung pada tanggal 22 Februari.
Pengulangan angka yang serupa pernah dipakai para pengunjuk rasa pada 8 Agustus 1988. Dalam demonstrasi, yang dikenal sebagai pemberontakan 8888 tersebut, Burma menyaksikan salah satu protes yang paling kejam dalam sejarah bangsanya.
Ketika itu Militer Burma yang menindak demonstrasi anti-pemerintah, menewaskan ratusan pengunjuk rasa. Untuk bagi banyak warganya, tanggal tersebut dipandang sebagai momen penting di Myanmar. (Hanoum/Arrahmah.com)