DHAKA (Arrahmah.com) – Merasa tak mampu melakukan repatriasi para pengungsi Rohingya yang menumpuk mencari perlindungan di wilayahnya dari kekerasan militer Myanmar, otoritas Bangladesh meminta AS membantu memberikan tekanan pada pemerintahan pimpinan Aung San Suu Kyi.
Menteri luar negeri Bangladesh, Abdul Momen, membuat pernyataan tersebut pada Kamis (31/1/2019) dalam sebuah pertemuan di Dhaka dengan Earl Robert Miller, duta besar AS untuk Bangladesh.
Momen juga mengangkat masalah menciptakan “zona aman” di dalam negara bagian Rakhine Myanmar untuk Rohingya dan mencari kerja sama AS dalam menyelesaikan krisis tersebut.
Terkait relokasi pengungsi Rohingya ke Bhashan Char, sebuah pulau terpencil di pintu masuk Teluk Bengal yang rawan bencana alam, Momen mengatakan kepada Miller bahwa sekitar 100.000 warga Rohingya direncanakan akan dipindahkan ke sana secara sukarela.
Menurutnya, pengungsi Rohingya akan memiliki kesempatan untuk mencari nafkah di sana, menjanjikan keamanan dan mengatakan pulau-pulau itu akan menyerupai Singapura.
Sebagian besar dari 750.000 lebih pengungsi Rohingya di Bangladesh saat ini tinggal di tenggara negara itu di daerah-daerah seperti Cox’s Bazar.
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai orang yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat akan serangan sejak belasan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.
Menurut Amnesti Internasional, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan penumpasan terhadap komunitas Muslim minoritas itu pada Agustus 2017.
Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24.000 Muslim Rohingya telah terbunuh oleh pasukan negara Myanmar, menurut laporan oleh Ontario International Development Agency (OIDA).
Lebih dari 34.000 Rohingya juga dilemparkan ke dalam api hidup-hidup, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli, kata laporan OIDA, berjudul “Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terungkap.”
Sekitar 18.000 perempuan dan anak perempuan Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar dan lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar, dan 113.000 lainnya dirusak, tambahnya.
PBB juga telah mendokumentasikan pemerkosaan massal, pembunuhan – termasuk bayi dan anak kecil – pemukulan brutal dan penghilangan yang dilakukan oleh pasukan negara Myanmar.
Dalam sebuah laporan, penyelidik PBB mengatakan pelanggaran seperti itu mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. (Althaf/arrahmah.com)