POSO (Arrahmah.com) – Hingga kemarin, Rabu (9/3/2016) batas terakhir operasi Tinambola, Santoso alias Abu Wardah pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) tak kunjung tertangkap. Untuk itu pemerintah memperpanjang lagi operasi Tinombala selama enam bulan ke depan. Padahal sebelumnya, Kepala Oprasi Daerah (Kaopsda) Tinombala Kombes Pol Leo Bona Lubis sangat optimis akan menangkap Santoso Cs.dalam waktu 60 hari.
Mengutip Antara, menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan dalam kunjungannya di Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah, Rabu (9/3) mengatakan bahwa operasi pengejaran kelompok Santoso dengan sandi Tinombala akan diperpanjang selama enam bulan kedepan.
“Untuk Operasi Tinombala 2016 tahap awal yang berakhir pada hari ini, kembali kita lanjutkan hingga enam bulan kedepan. Sementara untuk personel tambahan, nanti kita lihat,” ungkapnya.
Luhut menjelaskan bahwa perpanjangan operasi kembali ditetapkan, mengingat belum tuntasnya gangguan keamanan dari kelompok Santoso, yang hingga kini belum juga berhasil ditumpas termasuk target utamanya, Santoso.
Dia mengharapkan partisipasi Pemerintah Daerah serta seluruh masyarakat Poso sangat diperlukan, untuk ikut membantu aparat keamanan dalam penyelesaian kelompok Santoso cs.
Operasi Tinombala tahap pertama dimulai 9 Januari sampai 9 Maret 2016, yang melibatkan sedikitnya 2.500 pasukan gabungan TNI-Polri.
Sebelumnya Polda sulteng telah menggelar Opersi Camar Maleo I hingga IV di tahun 2015 yang belum membuahkan hasil. Kemudian dilanjutkan kembali dengan Operasi Tinombala sejal 10 Januari 2016 dengan tenggat waktu 60 hari, namun sampai saat ini target operasi Santoso Cs belum didapatkan
Diketahui, dalam kurun tiga tahun terakhir, terjadi tiga kali pergantian Kepala Kepolisian Daearah (Kapolda) Sulteng, namun aksi kekerasan bersenjata di wilayah Poso tak kunjung tuntas. Operasi dalam rangka memberantas aksi dan menangkap seluruh pihak yang terlibat juga telah beberapa kali dilakukan, namun tak berbuah hasil yang menggembirakan.
Sejumlah operasi tersebut juga telah memakan korban, baik dari pihak Polri maupun TNI serta warga sipil.
Hal ini juga membuahkan kritik dari sejumlah aktivis, seperti LPS-HAM. Mereka menilai, operasi yang dilakukan hanya menghabiskan uang negara dan dinilai hanya menjadi tempat mencari kekayaan oknum tertentu.
(azm/arrahmah.com)