XINJIANG (Arrahmah.com) – Cina telah melarang para PNS, siswa dan guru di wilayah Xinjiang yang mayoritas Muslim berpuasa dan memerintahkan restoran untuk tetap buka selama bulan Ramadhan, lansir Al-Jazeera pada Sabtu (20/6/2015).
Saat ini, Partai Komunis Cina yang berkuasa secara resmi adalah atheis dan selama bertahun-tahun telah membatasi umat Islam di Xinjiang, rumah bagi minoritas Uighur yang sebagian besar Muslim, untuk menjalani ibadah mereka.
“Tempat-tempat yang menyediakan pelayanan makanan akan beroperasi sebagaimana biasa selama Ramadan,” kata pemberitahuan yang diposting pekan lalu di situs Food and Drug Administration negara di wilayah Jinghe, Xinjiang.
Para pejabat di wilayah Bole menyatakan: “Selama Ramadan dilarang berpuasa, beribadah pada malam hari [shalat tarawih] atau melakukan kegiatan keagamaan lainnya,” menurut laporan situs pemerintah wilayah itu dari sebuah pertemuan minggu ini.
Setiap tahun, upaya-upaya pemerintah Cina untuk melarang puasa di kalangan Muslim Uighur di Xinjiang telah menerima kritik dari kelompok-kelompok hak asasi.
Kelompok hak asasi Uighur mengatakan pembatasan Cina terhadap umat Islam di Xinjiang telah menambah ketegangan antar etnis di wilayah tersebut, di mana sejumlah bentrokan telah menewaskan ratusan orang dalam beberapa tahun terakhir.
Cina mengklaim mereka menghadapi “ancaman teroris” di Xinjiang, di mana para pejabatnya menyalahkan “ekstremisme agama” atas kekerasan yang berkembang.
“Tujuan Cina melarang puasa Ramadhan itu menindas dan memaksa [Muslim] Uighur menjauhi ajaran agama mereka selama bulan Ramadhan,” kata Dilxat Rexit, seorang juru bicara Kongres Uighur Dunia.
“Kebijakan yang melarang ibadah puasa adalah provokasi dan hanya akan menyebabkan ketidakstabilan serta konflik.”
Seperti tahun-tahun sebelumnya, anak-anak sekolah di sana juga termasuk di antara mereka yang dilarang menjalankan ibadah puasa Ramadhan dan ibadah lainnya.
Biro pendidikan kota Tarbaghatay, yang dikenal sebagai Tacheng dalam bahasa Cina, bulan ini memerintahkan sekolah-sekolah untuk menyampaikan kepada para siswa bahwa “selama bulan Ramadhan, siswa etnis minoritas dilarang berpuasa, dilarang memasuki masjid, dan dilarang mengikuti kegiatan keagamaan”.
Perintah serupa juga diposting di situs-situs biro pendidikan dan sekolah Xinjiang lainnya.
Para pejabat di daerah Qiemo minggu ini bertemu dengan para tokoh agama setempat untuk memberitahu mereka akan ada peningkatan inspeksi selama Ramadhan untuk “menjaga stabilitas sosial”, klaim situs resmi di wilayah itu.
Menjelang bulan suci, salah satu desa di Yili, dekat perbatasan dengan Kazakhstan, menyatakan bahwa masjid harus memeriksa kartu identifikasi siapa saja yang datang untuk beribadah selama bulan Ramadhan, menurut pemberitahuan di website pemerintah.
(banan/arrahmah.com)