Oleh: Ainun Dawaun Nufus
Analis Politik (Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Kediri)
(Arrahmah.com) – Presiden Joko Widodo mengatakan Organisasi Kerja Sama Islam, OKI, memiliki kepentingan untuk menguatkan tekanan kepada Israel, termasuk boikot atas produk Israel yang dihasilkan di wilayah pendudukan. Hal ini disampaikan Presiden Jokowi dalam pidato penutupan Konferensi Tingkat Tinggi KTT Luar Biasa OKI, Senin 7 Maret di Jakarta. Presiden mengatakan terdapat urgensi bagi OKI untuk meningkatkan dukungan terhadap Palestina, melalui sejumlah langkah-langkah konkret, yaitu ‘penguatan tekanan kepada Israel, termasuk boikot terhadap produk Israel yang dihasilkan di wilayah pendudukan’.
Jokowi pun sempat mendapatkan pujian tatkala menyerukan boikot produk Israel. “Penguatan tekanan kepada Israel, termasuk boikot terhadap produk Israel yang dihasilkan di wilayah pendudukan (Palestina),” ujar Jokowi dalam pidato penutupan KTT yang berlangsung di Jakarta Convention Center tersebut. Namun anehnya, selang sehari pernyataannya diralat Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi SP. Menurut mantan Jubir KPK tersebut produk yang dimaksud Jokowi adalah kebijakan di tanah Palestina dan bukan produk berupa barang.
Jelas, pernyataan pihak Istana Kepresidenan menunjukkan sikap pengecut seorang pemimpin. Tidak bias diandalkan bisa melenyapkan Israel dari Palestina, baru bilang boikot produk Israel saja sudah diralat. OKI mencerminkan sebagai organisasi sekumpulan kepala negara antek Amerika ketimbang para pemimpin yang membela kepentingan umat Islam. Maka KTT itu tidak layak disebut sebagai Kerjasama Islam. Sebab, solusi yang diambil bukan dari Islam. Solusi dua negara itu adalah solusi Amerika. Dengan solusi boikot, Israel tetap dilegalkan untuk terus menjajah dan merampas tanah Palestina. Sadis.
Realitas menunjukkan
Seruan boikot hanya sekedar lips service yang tidak kunjung menemukan realitasnya. Karena mengikuti dan membebek kepada AS, para penguasa negeri Muslim itu pun benar-benar patuh pada kemauan AS, dengan senang atau terpaksa. Siapa pun yang melihat entitas Yahudi, perampok Palestina, dan dia tinggal berdekatan dengan para penguasa Timur Tengah itu, pasti tahu persis keberlangsungan eksistensi Yahudi ini benar-benar digadaikan pada keberlangsungan para penguasa itu. Merekalah yang melindunginya, jauh lebih baik daripada melindungi diri mereka sendiri.
Para penguasa Timur Tengah melihat Palestina dan Gaza memang harus diluluhlantakkan, di mana darah-darah orang tak bersalah berhak ditumpahkan. Mereka pun tidak menggerakkan tentaranya untuk membantu Palestina. Tidak juga melepaskan satu roket pun dari peluncurnya, bahkan lebih dari itu, justru mereka menghalang-halangi relawan untuk membantu rakyat Palestina yang bersimbah luka. Ironisnya, mereka justru bergegas dan berlomba-lomba untuk mengeluarkan sebuah seruan-seruan yang menghalangi Gaza-khususnya dari akses senjata dan faktor-faktor yang bisa menopang kekuatannya.
Para penguasa anggota OKI sudah tidak punya rasa malu, baik kepada Allah, Rasul-Nya maupun kepada orang Mukmin. Mereka telah melegalkan Israel. Mereka menginginkan warga Palestina menjadi mayat, dan tidak menginginkan mereka menghirup oksigen kemerdekaan hakiki. Negeri-negeri muslim sekitar Palestina, mereka masih menolak membuka pintu perbatasan mereka, ketika denyut kehidupan itu masih ada. Mereka baru mau membukanya setelah darah mengalir di atas kolam. Bulan ini, mereka menyerukan diadakannya serangkaian pertemuan untuk “mengkaji” respons yang harus diberikan terhadap pembantaian rakyat Palestina.
Sesungguhnya respons terhadap penjajahan terhadap palestina sudah terang. Dan itu tidak membutuhkan konferensi, rapat, pertemuan dan evaluasi. Demikian juga respons itu tidak tergantung kepada resolusi dan restu dari Uni Eropa, Amerika dan PBB. Tetapi respons itu, hanya dan hanya dengan cara mengerahkan tentara untuk berperang dan menghimpun orang-orang yang mampu untuk menjadi tentara. Titik! Para penguasa itu pun tahu itu. Namun, mereka itu ibaratnya hanyalah pisau-pisau yang menjadi alat. Mereka memang sangat mahir dengan bersilat lidah, melakukan kebohongan dan penyesatan.
Sampai tahun ini, apakah ada pembelaan dari OKI kepada orang-orang yang terbunuh di Palestina yang tubuh mereka tercabik-cabik? Apakah pembelaan itu cukup dengan jalan memprotes, mengutuk atau menuntut penjelasan, ataupun hingga memberi ijin dilakukannya berbagai long march dan demonstrasi? Sungguh pembelaan yang benar adalah dengan membuka front, dan memobilisasi pasukan. Jika tidak, lalu apa gunanya militer itu ada? Apakah pasukan itu untuk melindungi singgasana kekuasaan musuh-musuh Allah, Rasulullah, dan menghancurkan kaum Mukmin?
Menyedihkan, para penguasa anggota OKI telah berputus asa dari rahmat Allah. Mirisnya lagi, para pemimpin umat ini tidak bisa membuka front perlawanan dari Mesir, Yordania, Suria, dan Lebanon, padahal negara-negara itu mengitari negara Yahudi seperti rantai gelang yang melingkari pergelangan tangan. Kemudian juga para tentara yang ada di Iran dan Pakistan, di mana mereka mempunyai rudal-rudal dengan daya jelajah jarak jauhnya, kenapa mereka tidak menggunakannya untuk membela penduduk Palestina. Apakah bisa pembebasan suatu negara yang dijajah Israel tanpa pertempuran? Apakah cukup hanya dengan statement boikot tanpa memerlukan senjata?
Langkah tegas
Para penguasa anggota OKI (yang mendapat restu dari AS) menginginkan kita semua melampiaskan kepedulian Palestina dan kemarahan terhadap AS-Israel hanya dalam bentuk tulusan, long march dan demonstrasi lalu masalahnya berhenti. Aktivitas menulis, long march dan demonstrasi, meski itu merupakan ekspresi yang jujur dari keimanan kita, akan tetapi yang pokok, kita –seluruh umat Islam- seharusnya mengarahkan dengan benar dan efektif.
Dengan seruan berulang, kepedulian dan kemarahan kita, harus diarahkan kepada para penguasa agar mereka mengerahkan pasukan ke medan pertempuran. Jika mereka tidak melakukannya, maka arahkanlah kepedulian kita sekalian langsung kepada pasukan agar termobilisasi untuk memerangi Yahudi dan menggilas para penguasa yang menjadi penghalang di jalannya. Jika mereka juga tidak melakukannya, maka bulatkanlah tekad dan kesungguhan Anda sekalian untuk melakukan perubahan total dan mendirikan Khilafah yang adil dan penuh semangat juang (al khilâfah al ‘âdilah al mujâhidah).
Sesungguhnya kembalinya Khilafah merupakan bisyârah (berita gembira) dari Rasulullah saw:
Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti metode kenabian (HR. Ahmad)
Bisyârah (berita gembira) itu merupakan harapan. Harapan di tengah prahara kegelapan yang menyelimuti negeri-negeri kaum Muslim; mulai dari Palestina yang dihancurkan, Irak yang berdarah-darah, hingga Suriah yang terus berkobar peperangan dan dikerat-kerat, serta Afganistan yang dipenuhi oleh tentara agresor dan seterusnya sampai Lebanon, dimana perpecahan tengah terjadi tanpa ujung dan harapan. Termasuk Indonesia, yang SDA-nya terus dirampok oleh swasta.
(*/arrahmah.com)