KAIRO (Arrahmah.com) – Pemerintah Mesir akan memberlakukan pajak bulanan pada pengungsi Suriah mulai musim panas ini yang akan meningkat setiap tahun menurut kantor berita Syria Call pada Kamis (31/5/2018).
Pajak yang harus dibayar oleh semua orang asing di Mesir mulai Juli, bernilai mulai dari 200 pound Mesir ($ 11) dan ditingkatkan hingga 100 pound ($ 5,6) setiap tahunnya hingga 2021.
Undang-undang yang diusulkan oleh MP dan Ketua Komite Pertahanan dan Keamanan Nasional Kamal Amer ini telah disetujui sebagai bentuk kompensasi untuk “meningkatkan beban keuangan” yang dikeluarkan oleh Kairo untuk menyediakan layanan publik seperti kesehatan, air, sanitasi dan infrastruktur.
Amer berpendapat bahwa peningkatan orang asing di negara itu telah mengakibatkan beban yang signifikan kepada pemerintah, dan pajak ini, lanjutnya, akan membantu mengurangi defisit anggaran.
Pajak 200 pound kemungkinan akan menambah penderitaan bagi orang asing, terutama lima juta pengungsi di negara tersebut.
Kairo menuduh bahwa setengah juta warga Suriah telah melarikan diri ke Mesir sejak pecahnya perang pada tahun 2011, meskipun hanya sekitar 130.000 yang telah terdaftar secara resmi.
Sementara pemerintah Mesir telah mengklaim pajak diperlukan sebagai kompensasi, menurut laporan PBB 2017, pengungsi Suriah telah menginvestasikan sekitar $ 800 juta dalam perekonomian sejak awal krisis.
Masuknya orang-orang ini, di samping modal dan keahlian swasta, telah mendorong pertumbuhan bisnis di Mesir, dengan ribuan mendirikan perusahaan independen atau bekerja di ekonomi informal.
Pemungutan pajak baru ini merupakan langkah terbaru dalam serangkaian tindakan yang diambil oleh pemerintah Mesir sebagai bagian dari program reformasi ekonomi Presiden Abdel Fattah Al-Sisi dan perjanjian pinjaman bersyarat dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Sementara IMF memuji upaya pemerintah Mesir tahun lalu, awal bulan ini menekankan bahwa negara harus memperdalam reformasi dan mengurangi pendanaan negara untuk mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi.
Pada bulan Agustus, inflasi di Mesir mencapai tingkat tertinggi sejak 1986, yaitu 33 persen; negara telah berjuang dengan devaluasi mata uangnya hingga setengah nilainya selama berbulan-bulan. Otoritas keuangan juga memperkenalkan PPN untuk pertama kalinya, meningkatkan biaya barang yang tak terhitung jumlahnya; secara bersamaan memotong subsidi negara pada bahan bakar, listrik dan air.
Kebijakan-kebijakan itu telah menambah masalah keuangan bagi jutaan warga Mesir yang hidup di bawah garis kemiskinan, yang mengeluh karena tidak mampu membeli kebutuhan dasar sejak harga melonjak. Namun, bulan lalu dilaporkan bahwa Presiden Al-Sisi secara bersamaan menyetujui undang-undang yang memungkinkan peningkatan gaji para pejabat senior negara. (Althaf/arrahmah.com)