TEPI BARAT (Arrahmah.id) –– Seorang pendeta Palestina bernama Munther Isaac mengecam para pemimpin gereja-gereja Barat yang bungkam atas situasi di Jalur Gaza selama perang terus berkecamuk antara Israel dan kelompok perlawanan Palestina Hamas beberapa bulan terakhir.
Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya (10/1/2024), dalam kebaktian pertamanya tahun 2024, Isaac membacakan sebuah ayat Alkitab di mana Tuhan memilih yang paling lemah “untuk mempermalukan yang paling kuat” — tema utama yang disampaikannya sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza.
Sejak dimulainya perang antara Israel dan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, Isaac tanpa kenal lelah berkhotbah untuk gencatan senjata di Jalur Gaza dan mengkritik gereja-gereja Barat karena diam atas situasi di daerah kantong Palestina tersebut.
Isaac mengatakan bahwa ayat Alkitab yang merupakan bagian dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus itu menjadi lebih relevan dibandingkan sebelumnya, mengingat situasi saat ini di wilayah Palestina.
“Saya percaya Tuhan menggunakan anak-anak Gaza untuk menantang kemunafikan dunia Barat, rasisme, prasangka dunia Barat terhadap warga Palestina dan terhadap anak-anak Gaza,” ucap Isaac kepada AFP (10/1).
Isaac merupakan seorang pendeta pada Gereja Natal Lutheran Injili di Bethlehem, yang ada di wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel. Bethlehem dihormati oleh umat Kristen sebagai tempat kelahiran Yesus Kristus.
Menurut laporan soal kebebasan beragama internasional dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat tahun 2022, ada sekitar 50.000 warga Kristen Palestina yang tinggal di Tepi Barat dan Yerusalem.
Dalam khotbahnya, Isaac mengecam para pemimpin umat Kristen di dunia karena tidak bersuara. Dia mengatakan kepada jemaatnya bahwa: “Diam adalah keterlibatan.”
“Dan kami masih belum melihat seruan kuat dari para pemimpin gereja yang menyerukan gencatan senjata,” ucapnya kepada AFP, sembari menyerukan kepada para pemimpin Kristen untuk mengunjungi Tepi Barat yang diduduki Israel sejak tahun 1967 silam.
Lebih lanjut, Isaac mengatakan bahwa dirinya merasa, sebagai seseorang yang bisa berbicara bahasa Inggris dan sebagai seorang umat Kristen, harus berbicara menentang “genosida yang terjadi di depan mata semua orang” di Jalur Gaza.
“Banyak orang di dunia tidak mau mendengarkan cerita sebenarnya dari masyarakat Gaza, tetapi mereka akan mendengarkan saya karena saya seorang pendeta, karena mereka mempercayai ucapan seorang pendeta Kristen,” ujarnya.
Sebuah video yang menunjukkan Isaac menyebut tindakan Israel di Jalur Gaza sebagai “genosida” dalam khotbahnya bulan Desember lalu menjadi viral di media sosial dan telah dibagikan puluhan ribu kali oleh para pengguna media sosial.
Dalam pernyataannya, Isaac menyebut Israel mendapatkan “impunitas” dalam aksinya di Jalur Gaza. “Tidak hanya melanggar hukum internasional, mereka juga bisa melakukan kejahatan perang, dan tidak ada yang akan meminta pertanggungjawaban mereka,” sebutnya.
“Kami marah karena dunia tidak melihat kami, tidak memandang warga Palestina sebagai orang yang setara,” tegas Isaac.(hanoum/arrahmah.id)