AL-MUKALLA (Arrahmah.id) – Seorang wanita Yaman telah mencoba bunuh diri di dalam penjara yang dikuasai Houtsi di Sanaa setelah mengalami penyiksaan fisik dan psikologis “berat” oleh para sipir, seorang aktivis hak asasi manusia Yaman mengatakan kepada Arab News pada Ahad (6/11/2022), sebuah insiden yang sekali lagi terjadi, membawa perhatian pada kondisi tidak manusiawi di fasilitas penahanan Houtsi.
Amat Al-Salam Al-Hajj, ketua Asosiasi Ibu Korban Penculikan, sebuah kelompok yang mewakili ribuan anggota keluarga perempuan tawanan perang sipil, mengatakan bahwa seorang tahanan wanita mencoba bunuh diri pekan lalu dengan memotong arteri di tangannya untuk menghindari perlakuan kasar dan menyiksa dari penculik Houtsi di dalam Penjara Pusat di Sanaa.
Tahanan wanita lainnya menyelamatkan wanita tersebut dengan membawanya ke fasilitas medis.
Al-Hajj mengatakan bahwa setelah keluarga para tahanan mengunjungi Penjara Pusat di Sanaa, berita tentang upaya bunuh diri wanita itu tersebar secara luas.
“Ada banyak kekerasan di dalam penjara Houtsi, yang telah mendorong beberapa tahanan untuk mencoba bunuh diri lebih dari sekali,” katanya, menambahkan bahwa organisasinya telah mendokumentasikan upaya bunuh diri serupa oleh narapidana karena perlakuan kasar oleh polisi wanita Houtsi yang dikenal sebagai Zaynabiat, terutama dari kepala penjara wanita Houtsi yang dikenal sebagai Umm Al-Karar.
Al-Hajj mengatakan bahwa Entesar Al-Hammadi, seorang model dan aktris Yaman yang diculik oleh Houtsi dari jalan Sanaa awal tahun lalu, juga mencoba bunuh diri sebagai akibat dari penyiksaan yang dia alami di tangan Umm Al-Karar dan lainnya.
Sejak Houtsi mengambil alih wilayah Yaman dengan paksa pada akhir 2014, ratusan warga sipil telah diculik, dihilangkan secara paksa dan disiksa tanpa ampun oleh milisi tersebut.
Sementara itu, Reporters Without Borders (RSF) telah mendesak Houtsi untuk segera membebaskan seorang jurnalis muda Yaman bernama Younis Abdel Salam, yang diculik oleh milisi di Sanaa pada 2021, menekankan bahwa kesehatannya memburuk dan dia membutuhkan perhatian medis darurat.
“Penahanan sewenang-wenangnya selama lebih dari setahun telah berdampak pada kesehatan mental dan kesejahteraannya. Dia membutuhkan perhatian medis yang mendesak dan, yang paling penting, dia harus dibebaskan. Kami mendesak Houtsi untuk membebaskannya,” Jonathan Dagher, kepala RSF Timur Tengah.
Keluarga jurnalis mengatakan kepada pengawas media internasional bahwa pria berusia 28 tahun itu telah kehilangan hampir setengah dari berat badannya, kondisi mentalnya semakin buruk, dan Houtsi telah menolaknya mengakses obatnya dan bahkan melarang pengunjung membawakan buku untuknya.
“Terakhir kali saya melihat Younis, dia hancur secara mental,” kata saudaranya, Sultan, kepada RSF. (zarahamala/arrahmah.id)