HEBRON (Arrahmah.id) — Seorang tahanan Palestina asal Tepi Barat, yang baru-baru ini dibebaskan, mengatakan penjara-penjara Israel telah menjadi salinan persis dari pusat-pusat penahanan Abu Ghraib dan Teluk Guantanamo yang terkenal sarat penyiksaan.
Louay Al-Taweel (37) mengungkap tentang penyiksaan, penghinaan dan perampasan makanan dan obat-obatan yang dia alami di penjara-penjara Israel.
“Para tahanan yang ditahan di Penjara Negev tidak melihat matahari, dan mereka juga tidak mendapatkan udara segar,” katanya, dikutip dari Middle East Monitor (6/1/2024).
Al-Taweel menjelaskan bahwa Penjara Negev adalah salinan persis dari penjara Abu Ghraib dan Teluk Guantanamo. Keduanya merupakan simbol terkenal pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh Amerika Serikat (AS).
Al-Taweel ditangkap pasukan Israel pada 20 Oktober, dan hukuman administratif enam bulan dijatuhkan terhadapnya. Dia dipenjara di Penjara Ofer, sebelah barat Ramallah, sebelum dipindahkan ke Penjara Negev.
Al-Taweel mengungkapkan bahwa hukuman administratif dijatuhkan terhadapnya selama enam bulan sebelum hukumannya dikurangi satu bulan, kemudian diperpanjang satu bulan lagi, dan diperpanjang lagi untuk bulan ketiga.
“Hakim tidak menemukan alasan penangkapan, dan setiap kali, dia memperpanjang penahanannya berdasarkan rekomendasi dari badan intelijen,” ujarnya.
Mengenai kengerian penyiksaan, Al-Taweel mengatakan: “Kami ditahan dalam kondisi yang menantang, karena para tahanan selalu mengalami segala jenis penyiksaan, termasuk penyiksaan fisik dan psikologis dan tidak diberi makanan serta dihina.”
“Setelah beberapa hari ditahan, saya dipindahkan ke Penjara Negev. Hal ini sangat mengejutkan, karena para tahanan dihadapkan dengan respons cepat terlatih yang dikenal sebagai Keter. Para tahanan ditelanjangi dengan cara yang sangat memalukan dan menjadi sasaran pemukulan yang kejam di tengah-tengah penghinaan dan pelecehan,” paparnya.
“Yang terluka tidak menerima perawatan apa pun, dan dokter penjara tidak memberikan perawatan apa pun, sehingga penyakitnya dibiarkan begitu saja.”
Al-Taweel ditangkap beberapa kali dan ditahan di penjara Israel, di mana dia menghabiskan sekitar sepuluh tahun, namun dia menggambarkan penangkapan terakhir sebagai “yang paling sulit”.
“Situasi di penjara sangat berbahaya, dan kehidupan para tahanan benar-benar seperti neraka. Tahanan diperlakukan sebagai penjahat dan anggota ISIS. Tidak ada undang-undang dan sama sekali tidak ada organisasi hak asasi manusia,” terangnya.
Al-Taweel mengeluhkan kepadatan penjara Israel dan mengatakan bahwa dia ditahan di sebuah ruangan di Penjara Negev bersama sepuluh tahanan lainnya, dan mencatat bahwa ada sekitar 1.100 tahanan di penjara tersebut.
“Setiap saat sepanjang hari, tahanan dikenakan hukuman penjara. pemukulan yang kejam, penghinaan, penyiksaan psikologis dan perampasan harta benda mereka,” ujarnya.
Al-Taweel menceritakan bahwa berat badannya turun 20 kilogram dalam dua setengah bulan.
“Ibadah apa pun dilarang, membaca Al-Qur’an dilarang, salat berjamaah dan mengumandangkan azan dilarang,” ujarnya.
Al-Taweel mengatakan banyak narapidana yang sakit, terutama orang lanjut usia, karena kelalaian medis dan penganiayaan sehari-hari. (hanoum/arrahmah.id)